Minggu, 27 Maret 2011

Lulus SMA, kamu bisa apa?

Suhadi*

Suatu hari ada seorang pemuda melamar pekerjaan di sebuah perusahaan swasta. Pemilik perusahaan itu kemudian bertanya kepada pemuda tersebut, “kamu bisanya apa?” pemuda itu menjawab, “saya lulusan SMA”. Sambil membuka lembaran kertas di dalam stopmap, pengusaha itu menganggukkan kepala, “oh…!”. Tidak lama kemudian pengusaha tersebut meminta nomor handphone pemuda tersebut dan mencatatnya sambil bilang, “tunggu kabar satu bulan lagi ya!” seraya mengulurkan tangan untuk berjabat dengan mimik wajah agar pemuda itu  meninggalkan ruangnya.

Dari cerita di atas tampak jelas lulusan SMA tidak memiliki nilai tawar dalam dunia kerja. Ucapan “oh…!” dan “tunggu satu bulan lagi ya!” oleh pemilik perusahaan menandakan lulusan SMA tidak bisa apa-apa. Terlebih sebentar lagi masyarakat kita akan panen raya lulusan SMA.

Mengapa demikian? Adakah sesuatu yang salah dalam proses pendidikan di SMA? Lantas bagaimana cara mengatasi masalah ini?

Beragam pandangan dalam menanggapi ritual lulus SMA. Pandangan masyarakat secara umum, SMA merupakan jembatan untuk melanjutkan kuliah. Bagi yang tidak mampu, SMA hanya sebagai ritual biasa untuk bisa diterima di masyarakat dengan predikat biasa-biasa saja. Adapula yang berpandangan bahwa sekolah di SMA hanya untuk menunda usia nikah dini yang penuh dengan resiko. Termasuk juga hanya menghindari cemo’ohan tetangga gara-gara anaknya tidak sekolah SMA. Padahal dalam kenyataannya, sekolah SMA menghabiskan biaya yang tidak murah. Kenapa dalam masyarakat tidak adanya keinginan, anak-anaknya yang lulus SMA harus bisa ini dan bisa itu.

Ada beberapa faktor kenapa lulusan SMA tidak bisa apa-apa. Pertama, pandangan masyarakat yang pesimistik. Entah kenapa masyarakat pesimis dengan lulusan SMA. Padahal di era 80-an, pendidikan setingkat SMA (SPG: Sekolah Pendidikan Guru) telah diakui keilmuan dan perilakunya menjadi seorang guru. Terkesan kualitasnya turun. 

Kedua, istilah pada mata pelajaran yang diajarkan tidak mengundang rasa ingin tahu. Lihat saja pelajaran Bahasa Indonesia dari kelas X hingga XII bunyinya tetap Bahasa Indonesia, termasuk Fisika, Kimia, dan Sosiologi. Hal demikian menyebabkan siswa, orang tua, dan masyarakat tidak ingin tahu tentang apa yang di ajarkan. Padahal berbagai materi tentang teori dan keterampilan diajarkan.

Ketiga, relatif rendahnya orientasi guru terhadap masa depan anak didiknya. Ketidak mampuan ini dapat kita buktikan dengan bertanya kepada guru, “berapa anak didik anda yang berminat menjadi ekonom, politikus, ahli bedah, budayawan, hingga ahli nuklir?” Pasti sebagian besar para guru menjawab normatif, “ya semoga anak didik saya menjadi orang yang sukses”. Alangkah lucunya negeri ini dimana para guru SMA yang orientasi mengajarnya serba tidak jelas.

Ke-empat, rendahnya keberpihakan sekolah dalam menggunakan anggaran  pendapatan sekolahnya untuk kegiatan belajar anak didiknya. Hal ini dapat dilihat secara umum anggaran pendapatan sekolah sebagian untuk pengadaan sarana dan prasaranya fisik (gedung, meubeler, taman, dan pagar), belanja pegawai, dan honor tambahan jam untuk pengajar, yang sarat dengan proyek fiktif belaka.

Untuk mewujudkan lulusan SMA apa saja bisa, hendaknya dilakukan; Pertama, membangun masyarakat dengan mental optimis bahwa SMA itu bisa, bukan tidak bisa apa-apa. Dengan optimisme tersebut, maka masyarakat akan menjadi pengendali mutu dari proses di SMA. Masyarakat akan terlibat aktif dan muncul rasa memiliki yang ditunjukkan dalam mendampingi belajar anak-anaknya, serta merancang, melaksanakan, menilai, dan menindaklanjuti berbagai kegiatan belajar di sekolah.

Kedua, mengganti nama pelajaran yang saat ini tidak mengundang rasa ingin tahu. Dalam sosiologi misalnya, mata pelajaran yang perlu ditulis di buku raport jangan kata sosiologi, tetapi langsung pada kompetensi dasarnya. Di kelas XII jurusan IPS misalnya terdapat kompetensi dasar dengan materi; Lembaga Sosial, Perubahan Sosial Budaya, dan Penelitian Sosial Sederhana. Jika dalam buku raport dituliskan demikian, maka siswa, orang tua, masyarakat, dan pelaku usaha (perusahaan) akan tahu tentang kemampuan apa yang harus dikuasai dan dimiliki.

Ketiga, hendaknya para guru mengedepankan orientasi masa depan anak didiknya bahwa lulus SMA harus berkarya. Dengan menginternalisasikan orientasi cara pandang tersebut, maka para guru dan anak didiknya akan berusaha sekuat tenaga untuk menguasai materi dengan predikat semua bisa. Nilai-nilai etos kerja sangat mendesak untuk digagas dan diimplementaskan. Jangan hanya “nilai malu” saya yang terkesan kejawaannya dan terbukti malu-maluin para lulusannya.

Keempat, prioritaskan anggaran belanja sekolah untuk mendanai proses pembelajaran. Misalnya belajar materi tentang “penegakan hukum” jurusan IPS dan materi tentang “bakteri” jurusan IPA. Pihak sekolah hendaknya menantang kreativitas guru dan anak didiknya untuk merancang kegiatan belajar yang berkualitas dengan mendanai dan membelanjakan berbagai macam kebutuhan belajar.

Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi arena orientasi masa depan manusia Indonesia (rizqi, jodoh, dan maut) telah masuk dalam  perangkap dogma. Selanjutnya, kita akan melakukan apa?

* penulis adalah  Guru Sosiologi & Antropologi SMA di kabupaten Rembang Jawa Tengah

Kamis, 17 Maret 2011

Mari Ajarkan Kearifan Bangsa

Suhadi Rembang

Indonesia ini dibangun dari perbedaan. Pilihan mempersoalkan perbedaan yang membangun ke-Indonesia-an ini adalah pilihan yang fatal. Kehancuran dan kemiskinan merupakan buah pahit tanpa hasil. Ideologi lima sila sebagai sumber pandangan hidup berbangsa dan bernegara merupakan jawaban yang penuh dengan butiran mutiara yang akan menerangi perjalanan bangsa Indonesia. 


Ideologi Pancasila merupakan ideologi yang toleran. Ideologi yang diperuntukkan pada sebuah bangsa yang multikultural, bukan monokultural.

Namun dalam perjalanan waktu, kehidupan berbangsa dan bernegara ini (sedikit) tidak lagi toleran. Tindakan membenarkan segala cara hingga mengancam eksistensi biologis, religiusitas, kemakmuran, hingga hak sosial kewarganegaraan dalam keadaan (darurat) terancam.

Mengapa demikian?

Pada dasarnya semua ideologi yang ada di muka bumi ini diperuntukkan manusia untuk membangun dan menciptakan tatanan masyarakat yang teratur sekaligus sejahtera. Ideologi sebagai suatu keyakinan yang membenarkan suatu sikap dan tindakan setiap orang biasanya mencakup nilai-nilai universal. Dengan demikian, setiap ideologi memiliki kebenaran universal.

Jika suatu ideologi yang dijalankan bangsa tidak mampu melahirkan cita-cita universal setiap warganya, maka inilah awal msuatu ideologi negara diuji. Keteratusan sosial dan kesejahteraan sosial merupakan kunci suatu ideologi. Jika dua variabel tersebut gagal diwujudkan (pemerintah/ penguasa), maka ideologi lainnya akan masuk dan diujicobakan secara serampangan.

Ideologi yang baru muncul ini tidak serta merta menghantam ideologi utama. Karena tindakan melawan ideologi negara adalah tindakan bunuh diri.

Tampilnya ideologi tandingan biasanya akan bersinggungan dengan elemen-elemen pendukung ideologi bangsa. Munculnya kelompok yang mengatasnamakan agama mengusik kelompok agama tertentu, merupakan manifestasi diujicobanya suatu ideologi tandingan, dengan alasan bahwa kelompok agama tertentu atau pendukung kelompok keyakinan tertentu itu melanggar dasar-dasar aturan ideologi agama yang diyakini.

Indonesia ini dibangun dari perbedaan. Pilihan mempersoalkan perbedaan yang membangun ke-Indonesia-an ini adalah pilihan yang fatal. Kehancuran dan kemiskinan merupakan buah pahit tanpa hasil. Ideologi lima sila sebagai sumber pandangan hidup berbangsa dan bernegara merupakan jawaban yang penuh dengan butiran mutiara yang akan menerangi perjalanan bangsa Indonesia.

Ketidakteraturan sosial dan tergadaikannya kesejahteraan sosial merupakan intrumen untuk melakukan refleksi kebangsaan. Para elit pemerintah yang memiliki kepentingan sesasat secepatnya bercermin dengan lima sila yang ada pada Pancasila. Janganlah jadikan korban warga negara yang penuh dengan perbedaan ini menjadi simbol kekerasan ideologi.

Dalam menanamkan ideologi Pancasila pada diri generasi muda, tananamkan kearifan yang terkandung dalam ideologi bangsa. Toleransi antar umat beragama, keadilan, persatuan dan kerukunan, bijaksana, serta kesejahteraan,  merupakan nilai-nilai universal bangsa yang seyogyanya di-injeksikan kepada generasi muda Indonesia sehingga mengalir darah-darah muda yang berdedikasi kebangsaan, bukan melahirkan elit pemerintah yang jauh dari kearifan bangsa.

 

Kamis, 10 Maret 2011

"TIK" DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

-->
PENDAHULUAN

Dalam makalah ini akan disampaikan peranan mata pelajaran TIK di SMA dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia yang majmuk/multikultural ini. Makalah ini akan mengulas (sederhana) tentang kurikulum TIK di SMA, apakah dalam contain  kurikulum tersebut telah sejalan dengan nafas dari falsafah pendidikan Indonesia. Dengan demikian, dapat ditarik benang merah akan rumusan-rumusan TIK yang bagaimanakah yang perlu diajarkan kepada para siswa di SMA.

PEMBAHASAN

Mengenal Falsafah Pendidikan Indonesia
Dalam konstitusi Negara Indonesia (UUD 1945), pendidikan harus bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (Indonesia). Bangsa yang cerdas dimaknai sebagai bangsa yang mandiri, tidak tergantung dengan bangsa lain dalam mewujudkan tujuan bangsa. Bangsa yang cerdas yaitu bangsa yang tahu dia memiliki sumber daya alam apa saja. Bangsa yang cerdas yaitu bangsa yang tahu dia harus menguasai ilmu apa untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki. Selanjutnya bangsa yang cerdas yaitu bangsa yang mampu memadukan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mencerdaskan bangsanya, bukan bangsa asing. 

Dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Pendidikan IPS), tujuan pendidikan yaitu mencetak generasi muda yang berguna bagi bangsa dan Negara serta selalu memancarkan rasa cinta kasih untuk tanah air Indonesia. Tentunya proses pendidikan berjalan dengan nafas falsafah pendidikan Indonesia. Pendidikan harus berlandaskan ketuhanan yang mahaesa. Pendidikan harus mencetak generasi yang mampu bersikap dan berperilaku adil serta beradap. Pendidikan harus mencetak generasi yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia, bukan mendisintegrasikan bangsa. Pendidikan harus mencetak generasi muda Indonesia yang mengedepankan permusyawaratan, dimana hikah dan kebijaksanaan selalu menjadi panglima, bukan anarkhisme. Dan pendidikan harus mencetak generasi yang mampu menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh Indonesia.

Mengenal TIK dalam Kurikulum di SMA
TIK di SMA sering difahami sebagai mata pelajaran komputer. Pandangan tersebut didorong dengan banyaknya muatan-muatan komputer yang dominan. Padahal jika dilihat dari istilahnya, TIK merupakan kepanjangan kata dari Teknologi Informasi dan Komunikasi. Mengapa pandangan secara umum TIK dipandang sebagai mata pelajaran komputer? Mengapa TIK tidak dipandang sebagai ilmu tentang teknologi informasi yang mampu mengantarkan kesejahteraan bangsa Indonesia? Mengapa juga TIK tidak dipandang sebagai ilmu tentang komunikasi yang mampu mengantarkan kesejahteraan bangsa Indonesia? Bahkan ketakutan dari orang tua, TIK hanya mengantarkan anak-anaknya untuk mengkonsumsi pornografi dan pornoaksi di dunia maya? Jika demikian, berbarti TIK tidak berlandaskan dengan falsafah pendidikan Indonesia dan pendidikan IPS secara ideal? Untuk itu perlu mengenal contain kurikulum TIK di SMA. Berikut ulasan singkat tentang contain kurikulum TIK di SMA. 

TIK merupakan mata pelajaran yang relatif muda di ajarkan di SMA. Tidak dipungkiri TIK merupakan mata pelajaran yang paling boros menghabiskan dana sekolah karena harus menyediakan laboratorium komputer lengkap beserta jaringan internet yang siap menyedot tagihan listrik, tagihan internet, dan hingga biaya perawatan perangkat komputernya.

Pada kurikulum KTSP 2006 tingkat SMA, TIK diajarkan pada siswa kelas X, kelas sebelas semua jurusan, dan kelas XII di semua jurusan pula. Pada kelas X, disemester ganjil, materi yang diajarkan yaitu teori tentang data, teori tentang informasi, etika moral penggunaan komputer, prosesdur menghargai HAKI (Hak Intelektual), prinsip K3 (keselamatan kerja komputer, jarak mata dan posisi duduk dalam menggunakan komputer). Disusul kemudian TIK pada semester genap, diajarkan tentang teori dan praktik penggunaan program Microsoft Office Word.

Pada kelas XI semester ganjil, materi TIK yang diajarkan yaitu tentang seluk beluk internet. Pada materi ini biasanya siswa diajarkan tentang mengenal search engine Google dan Yahoo, cara membuat email, dan bagaimana cara mencari informasi dan ilmu pengatahuan di internet. Disusul kemudia pembelajaran program Microsoft Office Excel. Pada tahap ini, siswa biasanya diajarkan tentang seluk-beluk Excel, pembuatan tabel, dan memfungsikan Excel untuk kebutuhan perhitungan atau olah data tabel ke bentuk visual yang menarik.

Pada kelas XII semester ganjil, materi TIK yang diajarkan yaitu desain grafis. Program desain grafis yang diajarkan diantaranya program Photoshop dan program CorelDraw. Titik tekan materi ini siswa diharapkan mampu mengolah bahan gambar atau menciptakan gambar menjadi menarik. Dilanjutkan pengenalan dan penggunaan program power point untuk media presentasi.

Rumusan TIK di SMA saat ini
Berdasarkan bedah (secara singkat) kurikulum TIK di SMA di atas, rumusan TIK dalam SMA saat ini adalah merupakan mata pelajaran teori dan praktik berbasis komputer. Hal ini dapat dilihat banyaknya contain komputer yang  mendominasi materi di kelas X, XI dan XII di berbagai jurusan. Jika dihubungkan dengan falsafah pendidikan Indonesia dan tujuan pendidikan IPS, TIK masih jauh dari harapan. Tentu ini merupakan tantangan ke depan akan bagaimana TIK di rumuskan dalam pendidikan Indonesia.


Tantangan Rumusan TIK dalam Pendidikan Indonesia
Beberapa tantangan rumusan TIK dalam pendidikan di Indonesia, khususnya pada para siswa di SMA, adalah sebagai berikut;
-         mata pelajaran TIK harus merupakan Teknologi Informasi yang bukan hanya mempelajari computer. Karena computer merupakan salah satu produk teknologi informasi. Teknologi informasi yang memuat alat dan cara pada perkembangan hari ini selalu bertambah dan bertambah. TIK harus menyentuh berbagai produk media informasi, baik visual, audio, maupun media audio visual.
-         Mata pelajaran TIK harus merupakan mata pelajaran komunikasi interaktif. Teori tentang komunikasi (sosiologi, antropologi, dan psikologi) harus di masukkan. Pada hari ini banyak masyarakat yang miskin hanya gara-gara tidak melek informasi. Masyarakat rugi dalam berdagang hanya gara-gara salah menafsirkan komunikasi. Untuk itu perlu (misalnya) adanya teori tentang analisis informasi di media massa (media cetak dan elektronik). Dengan demikian masyarakat kita akan sadar makna komunikasi untuk hidup mereka dalam meningkatkan kualias hidup.
-         Mata pelajaran TIK harus sebagai ilmu yang mampu menciptakan kreativitas baru yang kemudian mampu mengantarkan masyarakat ke arah sejahtera. Bukan sebaliknya, mata pelajaran TIK hanya sekedar membeli produk-produk berbasis computer yang hanya sebatas untuk simbol status dan kelas sosial semu belaka.
-         Mata pelajaran TIK harus sebagai ilmu yang mampu menciptakan keberanian masyarakat untuk tidak mengantarkan generasi muda dalam mengkonsumsi pornografi dan porniaksi di dunia maya. Bahkan ironis sekali para guru TIK malah mereka yang pertama dalam mengkonsumsi produk pornografi dan porniaksi di dunia maya.
-         Mata pelajaran TIK harus sebagai ilmu yang mampu menciptakan falsafah pendidikan Indonesia yang berketuhanan yang mahaesa, yang berkemanusian yang adil dan beradap, yang berpersatuan Indonesia, yang bermusyawaratan yang dipimpin akan hikmah dan kebijaksanaan, dan yang berkesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
-         Mata pelajaran TIK harus sebagai ilmu yang mampu menciptakan generasi yang berguna bagi bangsa dan Negara, serta selalu cinta pada tanah air dan bangsanya yang majmuk/multicultural ini.

PENUTUP

Dengan demikian, untuk mewujudkan rumusan TIK dalam pendidikan di Indonesia, yang perlu dilakukan yaitu kurikulum TIK harus berwawasan kebangsaan Indonesia yang majmuk, bukan yang selalu barat. Teknologi informasi yang local genius (inteltualitas berbasis lokal) perlu di gali. Terlebih ilmu komunikasi yang perlu diterapkan pada bangsa yang majmuk ini perlu diracik secara multiperspektif dan multidisiplin. Dengan demikian peranan TIK dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia yang bermartabat, tercapai.