Selasa, 29 November 2011

Politik Etis Gagal Total

Suatu telaah kritis tulisan Ricklefs dalam bukunya (terjemahan) yang berjudul “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008”

Sampul Buku M.C Ricklefs (Sumber: Serambi)
Oleh: Suhadi Rembang[1]

Tulisan yang dimuat pada halaman 327 hingga halaman 351, terlihat jelas bahwa politik etis[2] yang didedahkan dari buah pikir para akademisi Belanda sebagai buah kasih dari Belanda kepada Indonesia (Jawa khususnya), gagal total. Tiga program unggulan yang dijalankan sebagai balas kasih[3] mulai dari program edukasi, irigasi, dan transmigrasi, menurut Ricklefs, hanya sebagai topeng (bahasa penulis) agar Belanda mendapatkan simpati dan nama baik, jika kelak harus hengkang dari tanah kepulauan ini. Gagalnya politik etis inilah yang menurut Ricklefs hanya sebagai zaman penjajahan baru. Terbukti, dalam catatan akhir Ricklefs, program politik etis hanya menjadi industri pergerakan sosial yang menentang hingga melawan keberadaan Belanda itu sendiri.

Kegagalan itu, menurut Ricklefs (2008), dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, lahirnya politik etis dibarengi dengan gerakan investasi global di Indonesia. Ricklefs memandang, apapun program dalam politik etis, nantinya tetap memiliki kepentingan profit. Hal tersebut kemudian dapat dilihat adanya kebijakan yang melebar, dari Jawa, meluas menjadi ke luar Jawa. Luar Jawa lebih menarik sebagai pusat politik etis karena daerah tersebut masih memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Sedangkan jawa telah dalam keadaan rusak yang tentunya menyedot dana besar dari kas negara Belanda.

Kedua, adanya dua pandangan yang memiliki pusaran berbeda. Ada yang berpandangan politik etis harus mampu menumbuhkan kecerdasan dan kesejahteraan agar tercipta kemandirian sosial. Namun pusaran kedua berpandangan berbeda, dimana kecerdasan dan kesejaheraan tidak serta merta di berikan agar tercipta kemandirian sosial. Kasus ini dapat dilihat dengan program pendidikan yang tidak menggunakan bahasa pengantar lokal, mereka yang sekolah hanya anak-anak bupati, hingga penyumbatan aliran dana politik etis.

Ketiga, terjadinya pertarungan sturktur pada pemerintahan lokal (Indonesia), dimana para bupati dan pejabat pemerintahan lokal lainnya cenderung menguasai dan menimati porgram politik etis Belanda. Adapun sasaran masyarakat lokal, menjadi penonton dari luar.

Kegagalan politik etis itu kemudian, menurut Ricklefs, menjadi industri yang menghasilkan masalah-masalah sosial dan struktural. Transmigrasi hanya sebagai program mobilisasi buruh untuk menanam tanaman unggulan pasar internasional. Transmigrasi juga menciptakan kekaburan hubungan antar kepulauan yang tidak harmonis lagi karena adanya sentralisasi yang memihal pulau-pulau tertentu. Selanjutnya, program edukasi juga menghasilkan masalah baru. Masyarakat lokal harus menanggung biaya bangunan sekolah dan iuran sekolah sekaligus yang didirikan di desa-desa. Program edukasi ini kemudian semakin mencekik masyarakat desa. Mereka sedang dihantui busung lapar, namun untuk menjadi cerdas harus menggadaikan martabatnya agar anak-anaknya bisa sekolah. Begitu halnya dalam hal irigasi. Program ini hanya sebagai proyek irigasi yang mangkrak, yang tidak mampu mendulang kemandirian pangan di tiap-tiap desa.

Terlepas dari sisi kritis seorang Ricklefs dalam mengkritisi program politik etis yang gagal total itu, ada hal yang menarik yang patut kita cermati. Pertama, Ricklefs tidak memotret pemikiran pribumi akan pengaruhnya dalam melahirkan potilik etis. Mengapa Ricklefs hanya menampilkan pusaran pemikiran politik etis itu hanya dari sudut Belanda. Terlihat politik etis hanya memiliki relasi tunggal (Belanda). Kedua, Ricklefs dengan lugas membandingkan kegagalan politik etis Belanda di Indonesia dengan keberhasilan politik etis Amerika Serikat di Vietnam. Mengapa perbandingannya hanya Vietnam dan memiliki relasi dengan Amerika Serikat. Ricklefs juga tidak dengan lengkap memuat peranan kaum imperialis klasik hingga modern dalam menancapkan program politik etis pada daerah-daerah jajahannya. Tentu saja, tulisan Ricklefs ini mengundang tanya.

Tulisan Ricklefs tentang zaman penjajahan baru dapat kita jadikan bahan pelajaran untuk membangun Indonesia masa depan. Ricklefs telah memberikan pelajaran penting pada kita (bangsa Indonesia), dimana dalam menjalankan program pembangunan, harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Keberanian Ricklefs menuding Belanda dalam politik etis yang penuh dengan keragu-raguan akan data yang memuat hasil politik etis, jangan sampai kita tiru. Jangan-jangan banyaknya kasus kemiskinan pada diri kita ini, akibat dari keberlangsungan zaman penjajahan baru.

Sumber review: Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Halaman: 327 – 351. Ngaliyan, 25 November 2011 [1] Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Pamotan, sedang studi lanjut di Pendidikan IPS PPs UNNES. [2] Politik etis berawal dari kritik yang dimuat oleh novel Max Havelar (1860) yang menuntut kebiadapan pemerintah Belanda dalam menciptakan penderitaan masyarakat Jawa (lihat hal, 37). [3] Saya tidak begitu sepakat dengan istilah balas kasih yang dicetuskan pada akademisi Belanda yang menaruh empati pada Indonesia. Istilah politik etis pun, saya melihat ada unsur eufimistis dan hiperbol. Adapun van Deventer menyebutnya sebagai “suatu utang kehormatan”. Apakah kita pernah dipandang terhormat. Lagi-lagi kita sedang dalam pangkuan hegemoni istilah.Bagaimana tidak, rakyat kita ini dipaksa untuk memperkaya Belanda, tetapi mengapa harus di balas dengan kasih. Jelas, paksa dan kasih adalah dua kutup yang berbeda. Adapun van Deventer menyebutnya sebagai “suatu utang kehormatan”. Apakah kita pernah dipandang terhormat. Lagi-lagi kita sedang dalam pangkuan hegemoni istilah.

Rabu, 16 November 2011

Mengenal Norma Sosial


Pendahuluan

Materi norma sosial saya berikan pada pertemuan kali kedua pada program tambahan jam mata pelajaran sosiologi. Harapan saya, materi ini sebagai sumber bacaan tambahan, mengingat para siswa yang telah memiliki beragam sumber belajar seperti buku paket,LKS, hingga buku catatan.

Tulisan singkat tentang mengenal norma sosial ini, memuat tentang; latar belakang munculnya norma sosial, definisi,/ konsep norma sosial, klasifikasi norma sosial, dan tantangan norma sosial pada masa depan.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat untuk para siswa.

Pembahasan

Latar belakang munculnya norma sosial

Sejak masyarakat sederhana ( tradisional ) hingga masyarakat komplek ( modern ) selalu menciptakan cara agar masyarakat dapat beradaptasi dengan lingkungan,berinteraksi antar sesame, dengan tujuan menggapai keteraturan sosial, pada masyarakat tradisional tentu saja tata caranya relative sederhana. Hal-hal yang selalu dilakukan berulang-ulang, dijadikan tata cara bersamahal-hal yang dijadikan tata cara bersama itulah yang kemudian dijadikan acuan aturan bersama pada masyarakat modernpun juga sama. Hanya saja, tata cara pada masyarakat modern lebih komplek.hal ini disebabkan adanya keragaman cara antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.

Dengan demikian, norma sosial merupakan sesuatu yang ada, berkembang dan berfungsi, dan berubah berdasarkan ruang dan waktu keberadaan  masyarakat itu sendiri. Mengapa demikian? Karna norma sosial mereupakan tata cara hidup bermasyarakat dalam rangka menggapai keteraturan sosial.

Definisi / konsep norma sosial

Menurut Robert B. Cialdini (dalam bukunya Kuper and Kuper, 2010) memaparkan bahwa norma sosial memiliki dua konsep penting, yaitu norma umum dan norma harapan. Norma umum merupakan apa saja yang dilakukan kebanyakan orang. Norma ini juga diartikansebagai perbuatan efektif bagi mereka,dalamsituasi tertentu. Selanjutnya, norma harapan merupakan norma yang diinginkan dan disetujui untuk dilaksanakan oleh sebagian orang. Norma harapan biasa dengan penuh ganjaran ( hadiah ) atau dan hukuman sosial.norma harapan seringkali sebagai alat paksa untuk mengarahkan perbuatan manusia. Norma harapan juga digunakan untuk pertimbangan normative lainnya.



Klasifikasi norma sosial

Terdapat beberapa pendapat tentang klasifikasi norma sosial. Ada yang berpendapat bahwa klasifikasi norma sosial  meliputi ; Usage,Folkways,mores,custum, dan laws.ada juga yang berpendapat, klasifikasi norma sosial terdiri dari ; talkways mores dan hokum. Menurut pendapat pribadi saya, yang penting dikaji adalah  mengapa muncul klasifikasi norma sosial, bukan apa saja klasifikasi norma sosial. Untuk melihat dan mengetahui defisnisi tiap-tiap klasifikasi norma sosial, silahkan para siswa membuka LKS atau catatan kelas X mapel sosiologi semester pertama. Berikut ini akan saya sampaikan mengapa muncul klasifikasi norma sosial.

Tiap-tiap masyarakat mempunyai beragam cara untuk beradaptasi dengan alam, untuk berinteraksi antar sesama, guna terwujud keteraturan sosial. Wujud dari keteraturan sosial adalah terwujudnya kesejahteraan sosial dan keadilan sosial. Keinginan sejahtera dan adillah yang menentukan perkembangan norma sosial.

Para sosiolog berpendapat pada saat terbentuknya kelompok masyarakat pertama kali, tiap-tiap anggota masyarakat hanya ingin selamat dari marabahaya alam. Bagaimana cara hidup agar selamat, bagaimana cara bercocok tanam, hingga bagaimana cara memasak, merupakan hal yang penting. Keberlimpahan SDA dan keterbatasan SDM menjadi pendorong tiap-tiap kelompok masyarakat untuk menciptakan suatu cara. Tahap pertama inilah yang sering disebut Usage atau norma cara.

Cara yang telah dilakukan oleh sebagian banyak orang, disebut folkways ( pola kebiasaan ). Cara yang telah ditemukan , dijadikan pola prilaku kebanyakan orang. Hal-hal inilah yang sering disebut hal-hal yang lazim. Namun, cara yang telah digunakan sebagai pola kebiasaan itu, mengalami masalah. Dalam perkembangan ruang dan waktu, terdapat suatu cara yang tidak lagi cocok.

Dan berbagai macam cara hidup yang dijadikan pola kebiasaan, terjadi banyak penyimpangan, mengapa demikian? Karena folkways tidak memiliki sanksi yang tegas  dan tidak memiliki struktur kekuasaan yang dapat mengatur dari keberfungsian folkways itu sendiri.hingga kemudian,dalam perkembangan masyarakat, terciptalah suatu norma yang lebih tinggidari folkways yaitu mores.

Mores atau tata kelakuan memiliki esensi penting yaitu menjamin kesejahteraan sosial. Norma mores dilanggengkan oleh struktuk kekuasaan politik pada masyarakat yang ada sehingga berbagai cara yang digunakan untuk menata kelakuan sosial, dipertahankan dengan ancaman yang sangat keras, dan jika dilanggar pelaku akan menyesali dengan sangat. Namun dalam perkembangannya, morespun tidak mampu mengatur hubungan sosial yang semakin komplek. Terjadi banyak penyimpangan sosial, namun lemah sanksi sosial. Hal tersebut terjadi, karena terdapat proses perubahan yang tidak dapat dinafikkan lagi.struktur kekuasaan politik sosial tidak lagi mammpu mengatur sosial dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini terjadi karena semakin komplek kebutuhan sosial, menipisnya SDA, dan sebaliknya SDM yang semakin cerdashingga kemudian lahgirlah norma sosialyang saat ini kita kenal sebagai norma hokum ( LAW )/ hokum tertulis.

Hukum tertulis ini lahir ketika mores tidak lagi berdaya fungsi dalam menciptakan keteraturan sosial.hukum tertulis lahir dengan seperangkat yang legitimit. Hokum tertulis tidak lagi di legitimasi oleh struktur politik masyarakat local namun hokum tertulis dilegitimasi oleh Negara. Yanga membuat hokum tertulis adalah badan peradilan dan kepolisian. Jelas,  sanksi pada hokum tertulis inisangat-sangat jelas dan tegas.

Tantangan norma sosial pada masa depan

Ternyata berbagai macam aturan untuk mengatur bagaimana cara hidup di masyarakat , selalum mendapatkan  hambatan dalam menggapai keteraturan sosial lihat saja pada saat ini, banyak sekali hokum tertulis yang saling bertabrakan, banyak sekali hokum tertulis yang terkadang malahmenjauhkan masyarakat dari kesejahteraan dan keadilan sosial. Tidak sedikit dengan hokum tertulis, yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar. Mengapa hal ini terjadi ? hal ini disebabkan adanya perubahan sosial, budaya dan lingkungan. Sebab-sebab tersebut juga menjadipenyebab dari tidak keberdayaan norma folkways dan mores.

Menurut saya tantangan hokum dimasa depan yaitu bagaimana menjaga dengan bersih dan menjauhkan kepentingan individu dan kelompok pada lembaga yang membuat hukum tertulis ( badan legislative ) dan penegak hokum tertulis ( lembaga peradilan dan kepolisian )

Penutup Refleksi

Indonesia memiliki keberagaman cara dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Tiap-tiap masyarakat di Indonesia , jelas memiliki perbedaan dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu hokum tertulis menjadi solisi terbaik ( saat ini ) dalam hal mengatur tata cara hidup berbangsa dan bernegara, hingga tercipta keteraturan sosial yang terpenting, lembaga-lembaga Negara Indonesia harus memiliki moral dan mementingkan kepentingan bangsa dan Negara

Pamotan, 14 November 2011