Kamis, 19 Oktober 2017

Instrumen Penelitian Rempah-Rempah

Siswa sedang penelitian rempah-rempah di pasar tradisional (foto: suhadi, 2017

PENGANTAR

Gunakan pedoman wawancara penelitian bumbon/ rempah-rempah ini untuk mengeksplor pengetahuan dan pengalaman para penjual di Pasar Tradisional dan penjual bumbon Rumahan tentang bumbon/ rempah-rempah. Dalam wawancara, gunakan bahasa yang sesuai dengan lokalitas. Selanjutnya kembangkan pedoman wawancara ini secukupnya. Ingat, tetap sopan dalam wawancara, kenalkan diri dan sampaikan tujuan anda. Dan jangan lupa, belilah bumbon/ rempah-rempah dan juga ucapkan terimakasih se-usai wawancara. Muliakanlah informan !!!

IDENTITAS INFORMAAN

Siapa nama penjualnya?
Dimana tempat lahir dan berapa tanggal bulan dan tahun lahirnya?
Berapa umurnya sekarang?
Dimana ia tinggal?
Pekerjaan sambilan apa yang ia miliki?
Pernah sekolah dimana saja dan kapan lulusnya?

ASAL USUL MENJADI PENJUAL BUMBON

Sejak kapan mengenal bumbon?
Dalam mengenal bumbon, dikenalkan oleh siapa? Apakah oleh orangtuanya atau oleh temannya atau oleh yang lainnya?
Sejak kapan jualan bumbon?
Mengapa tertarik menjadi bakul bumbon, kok tidak yang lainnya?
Dengan siapa jualan bumbon di pasar ini?
Berapa modal pertama kali menjual bumbon?

ALUR KULAKAN BUMBON

Dari mana bumbu itu didapatkan?
Apakah kulakan dari tengkulak atau hasil bumi sendiri?
Jenis bumbon apa saja yang selalu gampang dikulak?
Jenis bumbon apa saja yang susah di kulak?
Jenis bumbon apa yang kulakannya paling murah?
Jenis bumbon apa saja yang kulakannya paling mahal?

TENTANG BUMBON

Bumbon apa saja yang dijual?
Berapaan harga bumbu-bumbu yang ada?
Bagaimana bentuk dan ciri-cirinya?
Bagaimana cara mengetahui kualitas bumbu?
Bagaimana cara mengetahui bumbu yang baik?
Bagaimana cara mengetahui bumbu yang jelek?

PEMBELI BUMBON

Jenis bumbon apa yang laris dibeli?
Jenis bumbon apa yang tidak laris?
Siapa saja yang membeli?
Berapa harga bumbon itu di jual?
Untuk pembeli bakul rumahan, beli bumbu apa saja? Dan berapa jumlah yang dibeli?
Untuk pembeli rumah tangga, bumbu apa saja yang dibeli? Dan berapa jumlah yang dibeli?

FUNGSI BUMBON 

Biasanya digunakan untuk apa bumbu itu?
Jenis bumbon apa saja yang digunakan untuk masakan?
Jenis bumbon apa saja yang yang digunakan untuk obat-obatan? Baik untuk obat sakit manusia ataupun obat sakit untuk hewan ataupun obat untuk hama tanaman.
Apa saja jenis bumbon yang digunakan untuk perlengkapan sesaji?

(PERTANYAAN TAMBAHAN PENDALAMAN) 

Jenis bumbu apa yang menjadi ciri khas masakan? Misal masakan soto, itu bumbu khasnya apa?
Jenis bumbu apa saja yang menjadi ciri khas masakan.....? dst
Jenis bumbon apa menjadi ciri khas untuk obat-obatan? Misal obat batuk, itu bumbu khasnya apa? Apa jahe, apa cengkih? Atau apa saja.
Jenis bumbon apa saja yang menjadi ciri khas obat.....? dst
Jenis bumbon apa saja yang menjadi ciri khas untuk obat sakit hewan? Misal sapi yang perutnya kembung, wedus gudiken, dll.
Jenis bumbon apa saja yang menjadi ciri khas untuk obat hama tanaman?
Jenis bumbon apa yang menjadi ciri khas sesaji? Misal sajen sedekah bumi, itu menggunakan bumbu apa?
Jenis bumbon apa saja yang menjadi ciri khas sesaji ini dan itu .....? dst

(Pertanyaan Tambahan Pendalaman Mendalam)

Masakan apa saja yang khas disini?
Bumbon apa saja yang diperlukan?
Bagaimana cara masaknya?
Apakah masakan itu dimasak untuk orang tertentu?
Dimakan pada saat apa masakan itu?
Apakah ada pesan khusus jika makan masakah itu, kemudian dapat ini dan itu?
Rempah herbal apa saja yang khas disini?
Apakah dalam bentuk minuman rempah atau sajian rempah?
Rempah apa saja yang diperlukan?
Bagaimana cara meraciknya?
Apakah itu diracik untuk orang tertentu?
Digunakan pada saat apa rempah obat itu?
Apakah ada pesan khusus jika telah mengkonsumsi obat rempah itu , kemudian akan sehat ini dan itu?
Sajen apa saja yang sering dibuat dengan bumbon?
Bumbon apa saja yang diperlukan?
Bagaimana cara membuatnya/merangkainya?
Jenis sajen apa saja yang dibuat dengan berbahan rempah?
Apakah ada sajen untuk penghalau sakit?
Apakah ada sajen untuk penghalau mahluk halus?
Apakah ada sajen untuk penghalau marabahaya/ bencana?
Apa ada makna lain dari sajen yang di buat itu?

***
Keterangan: 
Adalah Instrumen kunjungan lapangan ke pasar tradisional untuk siswa kelas sepuluh jurusan ips mapel sosiologi. Instrumen ini dipergunakan untuk skala terbatas dalam menyusun Produk Siswa dalam bentuk artikel dengan tema KD “Melakukan kajian, diskusi, dan menyimpulkan konsep-konsep dasar Sosiologi (norma sosial, interaksi sosial, dan kelompok sosial) untuk memahami hubungan sosial antar individu, antara individu dan kelompok serta antar kelompok”.

Bumbon dan Bumbu-bumbu Dalam Penelitian

Situasi pasar tradisional Foto. Suhadi, 2017
Pagi ini saya sangat bersyukur. Bahwa dapat berkunjung di pasar bersama para siswa. Selain itu, ketar-ketir diri telah menjadi makplong disaat para siswa dengan luwes dapat wawancara bersama para pemulia bumbon pasar.

Saya pun semakin percaya bahwa anak-anak sekarang itu lebih pinter dalam suatu hal dibanding gurunya. Pagi tadi saya melihat dan membuktikannya. Yaitu satu masalah strategi penelitian dapat terpecahkan olehnya.

Awalnya saya cukup yakin bahwa dengan teknik membeli bumbon, wawancara mereka dapat berjalan lancar. Namun ternyata tidak semudah itu. Para bakul dan pembeli bumbon rumahan pagi tadi berdesakan. Pemulia bumbonpun kewalahan ketika harus melayani para siswa utk wawancara seputar alur dan fungsi bumbon utk masakan, obat herbal, hingga sesajen.

Hal menarik benar-benar terjadi. Mereka cukup sigab dalam membaca situasi dan setting latar lokasi. Para pemulia bumbon yg sebagian besar melayani sendiri, telah menjadi peluang para siswa pagi tadi. Apa yang terjadi? Mereka segera menawarkan diri utk membantu pemulia bumbon dalam melayani pembeli. Pada saat itulah, disela-sela membantu melayani, mereka bercakap dg mendalam dengan panduan instrumen wawancara yg telah tersiapkan jauh-jauh hari.

Strategi menyatu dan membantu informan saat penelitian bumbon, telah menjadi pintu pembuka dalam mengeksplor pengetahuan, sikap, dan pengalaman para pemilik bumbon itu. Tak hanya hal bumbon dan alurnya kulakannya, hingga bumbon-bumbon rahasia yg belum mereka kenal sebelumnya, datanya dapat terdokumentasi dengan lengkap. Bahkan disela- sela membantu dan melayani, mereka juga dapat mengeksplor pengetahuan dan pengalaman para pembeli perihal bumbon ini.

Suatu kebanggaan dan rasa syukur kami, bahwa dengan memuliakan suatu hal yg kita teliti, terbukti telah memberi kado spesial dalam mengasah strategi penelitian kami. Inilah sekelumit bumbu-bumbu dalam meneliti bumbon di pasar pagi tadi.

Pamotan, 19 10 2017

Kamis, 28 September 2017

SMK Kehutanan Rimba Taruna Sedan Rembang Jawa Tengah

SMK Kehutanan Rimba Taruna di Belajar di Hutan Ngandang Sedan Rembang Jawa Tengah (Sumber Foto:  Exsan 2017)
SMK Kehutanan Rimba Taruna Sedan ber Visi Membangun keunggulan melalui keprigelan, ketelatenan, dan keberhasilan dengan mengedepankan kemandirian dan kreatifitas serta menumbuhkan rasa kejujuran dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan (Sumber Foto:  Exsan 2017) 

SMK Kehutanan Rimba Taruna Sedan ber Visi Membangun keunggulan melalui keprigelan, ketelatenan, dan keberhasilan dengan mengedepankan kemandirian dan kreatifitas serta menumbuhkan rasa kejujuran dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan (Sumber Foto:  Exsan 2017)

SMK Kehutanan Rimba Taruna di Belajar di Hutan Ngandang Sedan Rembang Jawa Tengah (Sumber Foto:  Exsan 2017) 

Senin, 21 Agustus 2017

Madin, Mantab Jiwa

Sumber: http://www.kompasiana.com/es_lodheng/599bb5207312155cb62f0722/madin-mantab-jiwa
Hal menarik untuk dicermati bersama, perihal isu pendidikan dalam tiga bulan terakhir adalah kebijakan Full Day School (FDS). Permendikbud No. 23 tahun 2017 adalah dasar untuk menjadikan penyulut dari semua polemik bersama ini. Bahkan tidak tanggung-tanggung, polemik ini telah menyeret dua raksasa struktur sosial di Indonesia, NU dan MD. Pengaitan NU dan MD ini sesuai dengan tren berita dewasa ini yang cenderung menghubungkan dua ormas di atas (lihat link).
Mengapa hal ini terjadi?
 Hingga saat ini posisi Menteri Pendidikan di Indonesia masih menjadi barang mewah. Ibarat buah, kursi panas ini sedang ranum-ranumnya. Mereka yang hobby politik, jabatan Menteri Pendidikan adalah penyokong suara terbesar saat Pilpres. Bayangkan saja, jika semua lini lembaga pendidikan dapat dikendalikan cara pandang politiknya, maka muaranya akan tertuju pada satu kepentingan, tapi itu kalau mulus rencananya.
Selain itu, mereka yang hobby melirik investasi, juga cukup interest dengan kursi panas struktur kementrian ini. Bayangkan saja, ketika semua sekolah diberbagai jenjang melakukan renovasi gedung, ketika semua sekolah belanja barang, dan ketika semua sekolah belanja tenaga kerja. Jelas, ini adalah sasaran empuk.
Dari dua pandangan di atas, maka cukup masuk akal jika ide Full Day School di masak dan di goreng dengan lembut hingga menjadi sebuah kebijakan. Karena dengan mulusnya kebijakan di atas, akan memanen dua keuntungan, yaitu keuntungan kekuasaan dan keuntungan kesejahteraan.
Selain dua hal di atas, ada juga faktor pemicunya, yaitu faktor tren dan gaya hidup. Faktor tren dapat dilihat banyaknya instansi yang dihari sabtu dan minggu, libur. Mereka yang libur di hari tersebut, biasanya digunakan untuk berlibur ke sana dan kemari. Tren inilah yang mau tidak mau, suka tidak suka, banyak memberi pengaruh terhadap kebijakan struktur yang ada, termasuk sekolah. Bayangkan saja, dengan libur di hari sabtu dan minggu, para guru dan keluarganya, para siswa dan keluarganya, dapat berlibur ke sana ke mari. Minimal kalau tidak berlibur, mereka dapat mensantai ria di rumah masing-masing. Bagian ini juga menarik untuk dicermati, khususnya bagi kalangan politisi. Dengan libur di hari sabtu dan minggu, para politisi dapat berkumpul bersama, mulai dari rapat partai hingga merapatkan barisan untuk memenangkan pemilu. Konsolidasi dan suksesi semakin marak, terlebih mendekati ajang pilpres. Beda dengan pedagang asongan yang biasa jualan di depan sekolah, dijamin gigit jari karena pangsa pasarnya hilang sehari.
Namun ada faktor lagi yang menarik untuk dicermati, yaitu faktor pemuas diri guru. Dapat dibilang, walau belum ada survey tentang ini, semua guru yang kurang jam mengajar, akan gembira menyambut kebijakan ini. Terlebih sekolah-sekolah yang guru sertifikasinya masih lari ke sana dan ke mari untuk menggenapi jam wajib mengajar sertifikasi. Cukup di satu sekolah, tidak susah wirawiri, tidak kehilangan uang bensin, cukup stanbay di satu sekolah, sertifikasi dijamin cair ngacir. 
Jika faktor-faktor di atas memang benar dalam memicu lahirnya kebijakan Full Day School dan pemberlakuannya, maka yang perlu diluruskan adalah  menanyakan kembali pesan dari faktor-faktor tersebut. Dengan menanyakan kembali faktor-faktor di atas, kualitas sang menteri akan diuji dan teruji. Mari kita uji.
Pertama, faktor politik yang jelas bermuara pada kekuasaan. Kedua faktor investasi yang bermuara pada kesejahteraan. Ketiga faktor tren dan gaya hidup yang bermuara pada kefoya-foyaan. Keempat faktor pemuas yang bermuara pada keberlimpahan. Jika kita setuju dengan hal tersebut, maka ada empat karakter yang dibangun dalam diri menteri pendidikan, yaitu ingin berkuasa, ingin sejahtera, ingin foya-foya, dan ingin berlimpah harta. Entah benar atau tidak, yang jelas empat karakter di atas akan diteruji dengan bagaimana nasib kebijakan Full Day School di esok hari.
Mengapa polemik ini terkesan ada pembiaran?
 Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah adanya dua raksasa organisasi sosial yang terlibat kecamuk kebijakan Full Day School, yaitu NU dan MD. Bagi yang hobby memainkan struktur politik, dua organisasi ini cukup istimiwir. Bagaimana tidak? Pedagang pulsa saja tahu kalau dua organisasi ini memiliki pengikut yang cukup banyak. Ujung-ujungnya, dalam hal struktur politik, dua organisasi inilah nantinya yang memilih siapa calon presiden terpilih. Bagi Penguasa saat ini, sebut saja pemerintah, fenomena kebijakan Full Day School adalah barang dagangan yang ciamik. Dengan fenomena kebijakan Full Day School, menjadi alat bantu dalam memetakan kekuatan organisasi tersebut. Seberapa kuatkah argumentasi mereka bangun? Seberapa kuatkah konsolidasi mereka tempuh? Hingga seberapa militankan pengorbanan jiwa raga dan harta mereka dalam memperjuangkan kepentingan organisasi mereka. Dengan menggantungkan kebijakan Full Day School ini, pemerintah yang berkuasa saat ini, telah mendapatkan peta terkini tentang ke mana arah pilihan mereka diberikan saat pemilu. Sebut saja ini politik test water, hehehe...
Selain ada nikmat dalam sebuah pertengkaran, dalam kubu dua organsasi sosial di atas juga ada udang di balik batu. Alih-alih iklan gratis, semua tokoh yang ingin moncer di kontes pemilu esok hari, muncul dari kubangan misteri. Dan tokoh yang belum yahut di media sosial, dapat dengan mudah mem-branding dirinya sendiri untuk muncul dipermukaan semu ini. Inilah isu menarik di cermati. Semua saling memanfaatkan situasi dan kondisi. Bahkan tidak hanya NU dan MD, semua underbow partai politik dari lini pelajar, petani, mahasiswa, buruh, perempuan, kaum intelektual, hingga kaum marginal, dapat diikat dalam satu situasi yang seakan penuh dengan nuansa perjuangan dan kemuliaan yang abadi.
Benarkah MD menjual Sekolah, NU menjual Madin?
 Yang perlu dihawatirkan dalam polemik kebijakan Full Day School adalah kebijakan yang transaksional.  Yang dimaksud kebijakan yang transaksional adalah mereka yang mengusung Full Day School ingin menguasai sekolah. Dan mereka yang menolak Full Day School ingin menguasi madin. Dalam hal managerial, itu sah-sah saja. Namun dalam etika berbangsa dan bernegara, selaku bangsa yang unik karena multikulturalnya, jelas memiliki niat untuk menguasai lembaga pendidikan yang mencerahkan ini tidaklah elok, apalagi hinggi menjual.
Siapapun dan kapanpun menteri pendidikannya, harus memiliki karakter melayani, berani miskin, berkoban, dan suka berbagi. Seorang menteri pendidikan Indonesia, harus tahu bangsanya. Status menteri pendidikan adalah terkunci pada peran dalam memuliakan para siswa untuk berfikir santun dan beretika sopan. Santun untuk semua gagasan yang dihasilkan. Dan sopan untuk semua tindakan yang contohkan. Peran menteri pendidikan sudah dikunci oleh Ki Hajar Dewantara. Jika menteri pendidikan saat ini memiliki terobosan yang melebihi kemuliaan Ki Hajar Dewantara, monggo...!
Sekolah formal apapun, harus dimaknai dengan rasa. Semua Sekolah dan Madin dan apapun yang ada di Indonesia, harus bermuara pada pengabdian kepada masyarakat, bukan mengadu domba masyarakat. Bangsa ini harus segera bangun dan lari. Bukan sebaliknya, menggunakan lembaga pencerdasan ini dalam ruang transaksi. Tidak elok lah di lihat anak cucu nanti.
 Siapa yang lebih Kuat?
 Namun beda alur jika para penguasa negeri ini tidak santun dalam bergagas dan berlaku. Jika fenomena kebijakan Full Day School ini dibiarkan, maka tetap saja konflik struktur ini akan berimbas pada konflik horizontal. Pertanyaannya adalah siapa yang lebih kuat? Ada empat hal yang perlu diketahui ketika terjadi adu kuat antara MD dan NU.
Pertama, siapa pemilik tradisi Full Day School. Mereka yang hobby menarik-narik fenomena sosial dalam situasi masa lalu, pasti akan tahu bahwa setelah madin adalah ekspresi tradisi pendidikan hindu buddha. Sedangkan sekolah adalah ekspresi tradisi pendidikan eropa. Mencoba melesat jauh dari situasi masa lalu, tradisi belajar dengan durasi banyak waktu, hingga menginap dalam suatu ruang, adalah tradisi pendidikan hindhu buddha. Namun dalam keistimewaannya, tradisi belajar berbanyak waktu dan tinggal dalam waktu yang lama ini harus dilanjutkan oleh para fisuluf Islam, dalam ceritanya, karena ketika pewaris kerajaan Majapahit disibukkan dengan berebut tahta. Saat itu, ketika Majapahit melakukan pembiaran dan pengosongan layanan pendidikan, situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh para filufuf Islam / guru multidisplin untuk mengambil alih. Dan dalam cerita yang berkembang, tradisi belajar siang malam menyatu dengan masyarakat ini tidak diubah oleh para guru. Hingga kemudian muncullah konsep pondok pesantren yang hari ini pewarisnya adalah NU.
Terlepas ada apa dibalik ini semua, cerita di atas adalah strategi kebudayaan akan bagaimana kita mengelola sebuah layanan pendidikan. Memang layanan pendidikan tidak lepas dari dinamika struktur. Namun yang perlu diketahui, siapapun pewaris tradisi belajar, harus memiliki sopan santun dalam bergagas dan bertindak.
Dari cerita di atas, konsep dukuh, konsep biara, konsep surau, konsep langgar, konsep padepokan, adalah konsep pembelajaran yang sebenarnya telah melampaui batas konsep Full Day School. Namun anehnya, mengapa MD ingin melaksanakan Full Day School? Ada apa dibalik ini semua?
Terlepas juga dari ada apa di balik ini semua, lantas siapa yang lebih kuat? Secara tradisi, jelas jawabnya ada di NU, bukan MD. Namun MD juga punya andil dan hingga berpeluang. Kali ini, NU dan MD adalah 1 -- 0.
Kedua,  siapa yang paling banyak pengikutnya? Siapa yang banyak pengikutnya? Mengacu hasil hobby memandang pada bagian atas, bahwa Full Day School adalah trend an gaya hidup saat ini. Pengikutnya adalah para siswa dan termasuk para guru sekolah formal, bukan madin. Indikator ini dapat diuji dengan menanyakan kepada semua siswa dan guru di sekolah formal, pasti jawabnya memlikih libur sabtu dan minggu. Namun pengikut yang banyak ini masih dalam kategori semu. Mengapa demikian? Karena para siswa dan guru di sekolah formal hanya suka libur sabtu dan minggu, namun tidak suka ketika jam belajarnya di tambah.
Lantas bagaimana dengan pengikut madin? Pengikut madin memang militan. Seolah-olah, relasi yang terbangun antara struktur suci, yaitu antara guru ngaji dan santri. Guru ngaji adalah santri dari Kyai. Dan tokoh-tokoh sosial yang ada di Indonesia, apalagi tokoh politik, biasanya juga dikendalikan oleh Kyai. Pengikut madin semakin hari juga tampak terancam. Hal ini dapat dilihat semakin sedikitnya santri di madin. Memang ada beberapa kasus, dimana ada situasi madin berlimpah santrinya, namun hanya beberapa saja.
Walaupun hanya beberapa saja, keberadaan madin tidak dapat lepas dari pondok pesantren. Mereka yang hobby mengamati pondok pesantren, pasti akan tahu apa rahasianya. Dari hasil hobby mengamati, madin yang besar pengikutnya adalah madin yang dinaungi oleh pondok pesantren dengan tokoh sang Kyai. Bahkan madin yang ada telah dikembangkan dengan model madrasah formal. Hal ini menarik untuk dijadikan pembelajaran bersama. Ketika bangsa ini membutuhkan nilai-nilai agama yang kuat, setidaknya belajar dari para pengasuh pondok pesantren yang telah menyediakan layanan pendidikan madin dan madrasah yang sudah ada.
Berdasar pemetaan di atas, siapa yang paling banyak pengikutnya? Jawabnya adalah MD, bukan NU. Namun yang perlu diketahui, walaupun MD menang jumlah pengikut, tetapi pengikutnya semu. Dan yang lebih rawan lagi, legalitas benyaknya pengikut ini juga masih semu. Bayangkan jika menteri pendidikan bukan dari MD? Hahaha....
Ketiga, siapa yang paling banyak sumber dananya? Semua sudah tahulah, siapa pemegang dana sekolah dan madin. Sekolah didanani oleh pemerintah dan masyarakat. Sedangkan madin didanai oleh swadaya masyarakat. Secara pendanaan, MD menang karena minta pemerintah dan masyarakat atas dasar legalitas undang-undang. Sedangkan NU seret akan dana, itupun masih ditambah dengan tidak adanya legalitas yang kuat dari mana sumber dana harus digali.
Selain adanya perbedaan yang sangat jomplang, MD memiliki kepiawaian dalam mengelola dana. Lihat saja koperasi semacam BMT atau apalah namanya. Lihat saja model perbankan syariah atau apalah namanya. Semua yang menggawangi adalah tokoh-tokoh dari MD. Sungguh piawai dalam hal jaringan pendanaan. Ketika kepiawaian ini ditambah dengan akses anggara dari struktur, maka jelas mantab jiwa. Kali ini MD menang telak dari NU.  Namun ada sumber dana semi struktur yang kemungkinan akan diaktifkan oleh NU. Bagian ini akan terbahas pada ulasan akhir.
Keempat, siapa yang bernasip baik? Untuk mengurai hal ini tidak mudah. Karena tidak banyak orang yang memiliki hobby menjadi pengamat nasib. Untuk itu kita serahkan kepada para santri, filusuf, para normal, guru ngaji, hingga sang Kyai saja. Hehehe... intinya, silahkan nilainya di skor sendiri. Hahaha...
Dua menteri pendidikan (semu) dalam kabinet Jakowi
 MD dan NU terbukti sukses berjalan sendiri-sendiri. Tidak hanya dalam hal struktur, dalam hal yang paling fundamental, yaitu dalam hal tradisi, sudah sukses teruji, yaitu beda hari hari. Dan MD memiliki militansi yang cukup mumpuni dalam menjaga alur darah bedanya, hingga berseberangan penentuan hari raya dengan struktur negera, juga siap. MD di dalam struktur dan di luar struktur, tampaknya sudah siap.
Sedangkan NU berbeda. NU cenderung dekat dengan struktur kuasa negara. Alasan tokoh NU cenderung ingin menyatu dengan negara. Negara adalah final. NU sangat dekat dengan TNI. NU sangat dekat dengan POLRI. NU juga sangat dekat dengan para politisi non-MD.
Dari gambaran di atas, dimungkinkan, ketika tidak ada titik temu, dimana MD ada dibalik pemberlakuan Full Day School yang meyakini mampu ini dan itu. Pun juga dengan NU yang ada di balik Madin yang terkesan hawatir akan mati suri dari kebijakan Full Day School. Maka kemungkinan yang terjadi adalah adanya terbangunnya dua struktur komando dalam mengelola lembaga pendidikan di tingkat sekolah dan madin.
Jika demikian, maka akar masalah dari semua ini bukanlah sekolah dan madin, namun posisi menteri pendidikan yang diperebutkan oleh MD dan NU. Hahaha....
Ok, kalau demikian, bagaimana nasib kebijakan Full Day School? Sebeleum membahas nasib kebijakan Full Day School, kita bahas dulu nasib menteri pendidikan? Hahaha... maksudnya adalah nasib menteri pendidikan setelah suksesi pilpres esok hari.
Berdasarkan rasa dan firasat, Pak Jakowi akan menjadi presiden lagi. Untuk menjaga rasa dan firasat itu, kemungkinan pak Jakowi tidak akan mengganti menteri pendidikan saat ini. Jadi MD aman dalam struktur. Dan untuk meraup suara yang besar, penguasa akan memainkan isu-isu yang sensitif dan kontroversial seperti Full Day School kali ini. Dengan memainkan isu tersebut, muaranya jelas, yaitu meraup suara di pilpres nanti. Dari pada mendamaikan dua raksasa yang telah teruji mampu hidup sendiri-sendiri, lebih baik penguasa sekarang memanfaatkan situasi ini dengan menaikkan pajak dan membangun infrastruktur. Pilihan akan hak itu sangatlah jelas, realistis, dan penuh harap.
Dan penguasa dimungkinkan akan memainkan semangat perbedaan dua organisasi raksasa ini dengan meningkatkan sumber daya pengajar yang ada. MD dengan lembaga keuangannya yang cukup maju, serta NU dengan tabungan haji yang cukup berlimpah, akan mudah dimainkan dengan isu beasiswa para pengajar dan para anak didiknya. Inilah strategi jitu pemerintah Jakowi, yaitu halus, lembut, namun mengena. Nyaris tidak ada noda. Memang tidak ada noda, karena sebenarnya pak Jakowi telah memainkan langgam kebudayaan yang dikemas dengan kabinet mapan.
Namun yang perlu  diperhatikan pak Jakowi adalah luapan ekspresi yang tidak terbendung dari organisasi besar ini, NU dan MD. Khususnya ekspresi dalam muatan kurikulum kebencian di lembaga pendidikan masing-masing ormas raksasa ini. Pak Jakowi harus pasang badan, harus menyiapkan banyak ahli. Jangan salah pilih dalam memilah ahli. Pilih dan pilahlah ahli yang sensitif, yang penuh dengan rasa, ahli yang penuh dengan firasat, yang peka dengan firasat, berkarakter melayani, berani miskin, rela berkoban, dan suka berbagi. Hahaha ...
Madin, mantab jiwa
 Kembali pada judul. Karena judulnya "Madin, Mantab Jiwa" maka dalam akhir ulasan ini, perlu adanya kesadaran sepakat bersama bahwa anak didik kita perlu madin. Madin, madrasah diniyah, yaitu lembaga pendidikan berbasis sosial yang menjadi pewaris tradisi lembaga pendidikan nusantara ini, adalah sebuah investasi bangsa.  Tak hanya anak didik kita, bangsa dan negara ini sangat membutuhkan madin, bukan madin yang membutuhkan kita. Untuk itu, mari semuanya, menjaga makna madin kita, bahwa madin adalah mantab jiwa.
Salam membaca, menulis, dan cinta lingkungan.
Link liputan berita terkait;
Liputan Ihsanuddin. Judul berita: Muhammadiyah Harap Jokowi Tak Batalkan Program Sekolah 8 Jam. Dalam http://nasional.kompas.com/read/2017/06/19/21451341/muhammadiyah.harap.jokowi.tak.batalkan.program.sekolah.8.jam. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.25  WIB.
Liputan Ihsanuddin. Judul berita: Mendikbud Sebut Presiden Setuju Program Penguatan Pendidikan Karakter Saat Ratas. Dalam http://nasional.kompas.com/read/2017/06/19/15361271/mendikbud.sebut.presiden.setuju.program.penguatan.pendidikan.karakter.saat.ratas. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.24 WIB.
Liputan Ihsanuddin. Judul berita: Jokowi Tata Ulang Program Sekolah 8 Jam Sehari. Dalam http://nasional.kompas.com/read/2017/06/19/14420391/jokowi.tata.ulang.program.sekolah.8.jam.sehari. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.23 WIB.
Liputan Moh. Anas. Judul: Santri dan Guru Madin Pasang 1.000 Spanduk Tolak "Full Day School". Dalam http://regional.kompas.com/read/2017/08/21/05165211/santri-dan-guru-madin-pasang-1.000-spanduk-tolak-full-day-school-. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.28 WIB.
Liputan Ahmad Faisol. Judul berita: Tolak "Full Day School", NU Siapkan Aksi Lebih Besar dari Aksi 212. Dalam http://regional.kompas.com/read/2017/08/09/20210051/tolak-full-day-school-nu-siapkan-aksi-lebih-besar-dari-aksi-212. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.28 WIB.
Liputan Nazar Nurdin. Judul berita: Warga Nahdliyin Unjuk Rasa Tolak "Full Day School". Dalam http://regional.kompas.com/read/2017/07/21/17023721/warga-nahdliyin-unjuk-rasa-tolak-full-day-school-. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017, pukul 11.30 WIB.

Selasa, 25 Juli 2017

Genre Musik Pilpres 2019

Hip Hop Lib, 2017
Genre musik apa yang kira-kira ramai menjelang  pilpres 2019? Jawabnya genre HIP HOP. Mengapa bukan dangdut? Mau tahu tanda-tanda dan buktinya?

Mulai dari anak SD hingga Lansia pasti tahulah kalau Jakowi akan maju lagi. Buktinya mudah, karena Jakowi badannya kurus. Hehehe... Logika umum, badan kurus itu prihatin. Beda kalau badan besar, pasti makannya banyak. Kalau makannya banyak pasti yang dipikirkan makanan saja, alias tidak memikirkan apa amanat yang harus diselesaikannya.

Urusan siapa menjadi pendamping Jakowi, semua juga sudah tahu. Pasti Megawati memutuskannya menjelang detik-detik akhir penyerahan berkas. Apakah Prabowo yang menjadi capresnya? Mungkin tidak dan mungkin iya. Apakah Cak Imin? Tentu jawabnya mungkin tidak dan mungkin juga iya. Yang jelas ketika publik ditanya siapa capres Jakowi nanti, pasti publik ingat Ahok. Hehehe...

Lalu bagaimana posisi ormas garis keras dan ormas garis lemah, hingga ormas yang moderat? Hehehe....

Hari ini publik melihat, Jakowi cukup cerdas. Entah salah atau sebaliknya, benar, bahwa pilpres 2019 bukan miliknya ormas garis keras. Dengan Perpu sucinya kemarin, tampak Jakowi melakukan peminggiran ormas garis keras. Walaupun demikian, ormas garis keras tetap dinamis di perkotaan. Mengapa? Jawabnya mudah. Karena pilgub DKI kemarin, ormas garis keras banyak jasanya dengan Anis. Tapi ingat, walaupun hanya berdiam di perkotaan, tapi punya suara. Jadi jawabnya, ormas garis keras tetap menjadi komoditas yang menawan untuk mengintervensi siapa yang jadi nantinya.

Lalu bagaimana dengan ormas garis lemah? Ormas lemah tetaplah lemah. Karakter ormas ini memang penakut. Takut kehilangan proyek. Lebih baik mengalir saja seperti air. Padahal air tidak pernah berjiwa penakut. Hehehe ...

Yang menarik adalah ormas moderat. Beberapa pekan ini, publik dapat melihat dinamika Fahri Hamzah, Fadli Zon, Setyo Novanto, Amin Rais, dan masih banyak lagi yang lainnya.  Entah benar atau salah, dinamikanya agak tersendat karena ada ormas moderat. Apalagi secara sosio-kultur, di Indonesia memang cocok untuk menjadi perajut dengan hadirnya ormas moderat.  Lihat saja lansiran berita yang cukup kuat diantarnya; Aku Indonesia Aku Pancasila, pembubaran HTI, save KPK, hingga Full Day School, Undang Undang Pemilu, ormas moderat tampaknya selalu hadir ruang dan waktu yang cukup tepat. Alhasil, ormas ini cukup dekat dengan penguasa. Mungkin saja, ormas moderat akan semakin dekat dengan pilpres nanti.

Hanya saja, Jakowi harus hati-hati dengan dekatnya ormas moderat.

Mengapa? Publik tahulah ormas moderat juga tidak semua moderat. Memang terkadang bungkusnya lembut, tapi penuh dengan mahar dan lain sebagainya. Mungkin saja, tidak semua ormas moderat juga dirangkul Jakowi. Dipastikan ada gerakan tebang pilih dalam menggandeng ormas-ormas nantinya. Jadi, kKetiga ormas yang ada, ormas garis keras, ormas lemah,  dan ormas moderat, tetap memiliki peran dalam pilpres 2019 nantinya.

Lantas apa hubungannya dengan genre musik Hip Hop?

Jelas sangat berhubungan. Ingat fenomena “Ndeso”. Fenomena ini tidak lepas dari pengaruh genre Hip Hop. Lebih lagi, ingat juga ramainya jagad youtube dengan lirik lagu Ganteng-ganteng Swag, Bad, hingga Panjat Sosial.

Genre Hip Hop  yang kental dengan sensasi ini dimungkinkan menjadi instrumen kritik sosial menjelas pilpres. Lihat saja lirik panjat sosial;

“Fenomena anak sekarang ye
Hobi pamerin barang ye
Pos di grup WA, SC, IG ye
Demi like dan komen orang ye

Gaul setiap hari wajib nge-path
Artis selebriti dia pepet
Pencitraan ga sesuai daun perak
Pinjem duit dulu kagak malu

Anak nongkrong ibu kota
Amet gosip dan berita
Gayanya sosialita
Uangnya enggak ada
Cari simpati buka kartu cari status baru “ dan seterusnya dan seterusnya.

Cukup tajam lirik lagu di atas. Ada kata kunci; senang pamerin barang, pencitraan, uang nggak punya, dan lain-lain. Lirik ini menjadi penanda bahwa gerakan literasi anak muda Indonesia sudah final terhadap politik pencitraan di medsos. Agama, kecantikan, ketampanan, hingga fashion, tidak lagi menarik saat pilpres 2019 nanti. Kemungkinan, pencitraan pilpres 2019 akan dilawan oleh lirik Hip Hop yang semakin berani tampil menjadi instrumen kritik sosial.

Mengapa Hip Hop yang bukan produk indonesia asli, laris dan diterima?

Jawabnya adalah keberanian lirik Hip Hop  dalam mengingatkan, menyadarkan, hingga memarahi secara halus terhadap praktik jahat dalam meningkatkan derajat, harkat, dan martabat, atau sebut saja panjat jahat.

Lantas hal apa yang menjadi menarik untuk dijadikan komoditas? Dimungkinkan tokoh-tokoh yang bersih akan menghiasai dinamika pilpres 2019. Kemungkinan isu tentang hak angket cantrang, sebatas menjadi buih dalam bibir wakil rakyat saja. Terlebih jika merujuk amanat Mahkamah Konstitusi dengan pemilihan serentak. Jelas ini akan kekuatan lebih yang dimiliki para calon Bupati, Walikota, Gubernur, hingga Presiden dan Wakilnya.  Jelas, dengan pemilihan serentak, semua akan butuh dana. Dana yang biasanya untuk menyuap suara rakyat, dan rakyat juga selalu menanti serangan fajar dari calon, mau tidak mau para pemilik niat calon semuanya, harus menyiapkan dana yang lebih. Mungkin karena ini juga, Ahok menjadi korban awal dari dinamika slilit politik negeri ini. KPK pun sangat mungkin bernasib sama, termasuk yang lainnya.

Jikapun nuansa alur kebijakan politik negeri menjalang pilpres dan pemilihan serentak di kemudian hari adalah melembut, maka siap-siap gerakan genre Hip Hop akan melawan kelembuatan yang semu itu.

Hip Hop hari ini agaknya belum banyak tersentuh dan terkontaminasi oleh dan dengan penguasa. Beda dengan genre dangdut, musik pop, hingga genre musik-musik lokal yang dapat dipesan jauh-jauh hari untuk meraup kepentingan dan lain-lain. Jadi siapapun orangnya yang jahat, akan kena lirik Hip Hop nantinya. Entah siapa hingga siapa, Jakowipun, siap-siap kena liriknya, walaupun Jakowi bdannya kurus. Hehehe....

Maka, dengan tanda-tanda dan bukti di atas, genre Hip Hop menjadi genre musik yang paling ramai menjelang pilpres 2019. Dan kemungkinan genre yang lain akan sejenak meleburkan dirinya mendekati Hip Hop. Yang penting agak mirip. Apalagi kita jarang mementingkan jagad track record musisi kita.

Selamat berkarya, semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Maksudnya bukan harinya, tapi adalah pikiran, sikap, dan tindakan kita.

Foto Makanan

makan lah sebelum lapar...
berhentilah sebelum kenyang...

ojo lali lawoe neg piring sebelah..

ee... mangan
emangaan neehh ciyaaahh

Jamur urap panggang



Tips Foto Makanan

Masakan Khas Jawa (Foto: Papaladin, 2017)
Masih banyak teman-teman kita yang asal-asalan memposting foto makanan. Padahal banyak jutaan orang yang ingin merayakan berbagai hal dengan budaya makan. Yuk bersama-sama, terlebih kalian yang usaha bisnisnya makana.

Ini sedikit tips agar produk makanan kalian laris.

•     siapkan foto
•     siapkan makanan yang akan di foto
•     foto makanan dari atas
•     pastikan kamera tetap stabil agar fotonya jelas
•     kalau perlu, bawa makanan ke luar dan atur posisinya
•     jangan lupa, sebelum foto, bersihkan serbet dan piring kotor agar hasil foto lebih menarik

Senin, 03 Juli 2017

Pandan Laut


Pandan Laut merupakan tanaman endemik yang tumbuh disepanjang bibir pantai utara kawasan Rembang. Tanaman ini tumbuh subur dan lebat dihabibat pasir putih Rembang. Akar pandan mencengkeram dengan kuat, berdaun lebar, dan berbuah eksotis. Sungguh menarik tumbuhan yang satu ini,

Keindahan buah tanaman penjaga pantai ini dapat dilihat pada saat musim kemarau tiba, Masyarakat sekitar biasanya memanfaatkan buah pandan laut untuk obat sakit gigi. Ada juga dimanfaatkan untuk penghalau mahluk halus, Tak hanya akar dan buahnya, daun pandan juga manfaatkan untuk bahan tikar dan bahan tali-temali.

Jika Anda tertarik menikmati panorama pantai dengan eksotisme pandan laut, datang saja di sepanjang pantai Rembang, tepatnya di pantai desa Sumurtawang kecamtan Kragan kab Rembang.


Buah pandan laut 
Akar pandan laut penjaga pantai dari abrasi

Pohon pandan yang sedang berbuat lebat 

Buah pandan yang sudah matang 

Sabtu, 17 Juni 2017

Rekayasa Sosial Budaya Ruang Kelas Kita

Sumber: https://ekazai.files.wordpress.com/2013/03/2.jpg


“Apapun harinya, bagi sekolah, yang terpenting adalah menjadikan momentum untuk melayani pembelajaran para siswa. Entah itu hari pendidikan, hari kebangkitan nasional, hari kemerdekaan, hingga pentas tradisi sosial lainnya, semua itu dapat dijadikan pintu masuk dalam mencerdaskan generasi muda penerus bangsa Indonesia.”

 
Sekolah-sekolah di Indonesia, sungguh memiliki landasan tradisi yang beragam. Lahir menjadi negara persatuan dan kesatuan, corak multikultural adalah sebuah keniscahyaan. Namun terkadang pendekatan pembelajaran kita cenderung melesat jauh dari basis kultur yang menawan. Sungguh menjadi ironi, bahwa pembelajaran-pembelajaran di sekolah cenderung meninggalkan gerakan kebudayaan. Kasak-kusuk pembelajaran di sekolah hanya sebatas pelengkap administratif semata. Tanpa disadari, kegiatan pembelajaran kita, semakin mengejar sesuatu yang fana tanpa menyinggung pembelajaran sosio-kultur yang penuh makna.

Kita punya tradisi besar menjadi masyarakat kepulauan. Kita pun punya tradisi besar menjadi negara agraris. Tapi kita sampai saat ini masih malu menggunakan tradisi agung tersebut untuk kita jadikan pintu masuk dalam proses pembelajaran. Kegiatan-kegiatan di sekolah seakan dalam posisi kutub yang berseberangan. Kegiatan pembelajaran di sekolah seakan membangun mercusuarnya sendiri, tanpa adanya tanggung jawab pembelajaran kita bersama. Pentas tradisi seakan menjadi tanggung masyarakat semata. Sekolah juga seakan apatis dengan pentas tradisi. Hal ini dapat dilihat tidak ada satupun rasa kewajiban dalam program pengabdian sosial untuk mendukung kegiatan tradisi. Padahal jika pihak sekolah jujur mengakui, keberadaan sekolah tidak lepas dari masyarakat pengikut tradisi nusantara yang besar ini.

Untuk itu, perlu kiranya ada ulasan tentang bagaimana rekayasa pembelajaran berbasis sosio-kultur kita. Namun sebelum membahas hal tersebut, perlu kiranya kita mengidentifikasi berbagai hal kekayaan sosio-kultur kita, diantaranya kekayaan akan alat musik tradisi, kekayaan pakain adat nusantara, keragaman tarian adat nusantara, kekayaan rumah adat daerah kita,  hingga ragam hasil bumi dan laut yang dimiliki oleh bangsa kita, bangsa Indonesia. Kekayaan sosio-kultur ini menjadi penting untuk kita miliki bersama, karena dengan hasil kebudayaan kita tersebut, kita semakin bangga dengan diri kira, bangga menjadi bangsa Indonesia, sebuah bangsa besar yang hingga saat ini masih berdiri kokoh dalam ikrar kita, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

A.      Kekayaan Nusantara

1.       Kekayaan Alat Musik Nusantara

Masihkan ruang kelas kita isi dengan ragam alat musik tradisional bangsa Indonesia? Sebagian besar jawabnya tidak. Kita harus jujur bahwa ruang kelas kita cenderung kita fungsikan sebagai ruang expo hasil teknologi import. Alat  musik mulai dari gambus, sasando, panting, angklung, suling, siter, kenong, rebab, gong, bende, kecapi, gendang, bonang, serunai, tuma, kolintang, kecapi, cengceng, lado-lado, rifai, doli, tifa, hingga marwad, hanya menjadi koleksi domain youtube semata. Ruang kelas kita semakin keras dengan seabrek isi kabel-kabel dan sinyal wifi. Namun sayangnya, akses komunikasi tanpa batas ini semakin jauh dari kekayaan alat musik tradisional. Ruang kelas kita semakin sepi dari denting  musik tradisi. Padahal alat musik tradisi yang kita miliki inilah, menjadi bukti nyata akan keagungan peradaban seni bangsa Indonesia. Sehingga wajar jika ruang kelas kita semakin padat dengan informasi yang hoak tanpa ada pihak yang bertanggung jawab terhadap itu semua.

2.       Kekayaan Tarian Adat Nusantara

Selanjutnya adalah kekayaan kita akan tarian adat nusantara. Saat ini, ruang kelas kita sangat sepi dengan pentas tari tradisi. Ekspresi tradisi yang penuh dengan arti ini semakin jauh dari mata para siswa di negeri ini. mungkin hanya pada saat moment acara pelepasan siswa saja, pentas tarian itu digelar ,itupun hanya sebatas pentas tari etnosentris belaka. Adapun pentas tari tradisi lainnya, tetap terlelap dalam tumpukan buku di rak perpustakaan. Regam tari tradisi yang kita cukuplah banyak. Mulai dari tari seudati, tor-tor, payung, bekhusik, tandak, melemang, sekapur sirih, bidadaei, campak, melinting, yapong, merak, topeng, bambangan cakil, srimpi, remo, legong, lenggo, gareng lemeng, monong, gong, tambun dan bungai, jepen, baksa kembang, maengket, polo-polo, kipas, lumense, balumpa, lampa, lenso, soya-soya, eta’e wosi, hingga tari selamat datang, kita punya. Kita tidak pantas memposisikan tarian tradisi tersebut adalah lepas dari pembelajaran di ruang sekolah kita. Pentas tarian di atas adalah milik bangsa Indonesia, adapun pemilik asal adalah masyarakat Indonesia yang wajib kita hargai dengan mementaskannya, bukan mencibir apalagi menghalau lepas dari proses pembelajaran di sekolah kita. Bukankan dengan tarian-tarian tersebut, karakter dan identitas kemajmukan bangsa Indonesia menjadi ada? Untuk itu sudah saatnya ruang kelas kita menjadi ruang pentas kekayaan tarian bangsa.

3.       Kekayaan Rumah Adat Kita

Ragam kekayaan yang sungguh berharga adalah rumah adat nusantara. Sungguh unik jika dalam ruang kelas kita, dipayungi oleh ragam rumah adat nusantara. Sungguh istimewa jika bangunan utama sekolah kita adalah petanda dari karakter rumah adat dari masing-masing dimana sekolah tersebut berdiri. Namun pada kenyataannya sungguh berbalik. Bangunan kelas kita semakin jauh dan perlahan menjauh dari model bangunan rumah adat nusantara. Entah mengapa hal ini terjadi. Apakah hal ini dipengaruhi oleh pejabat sekolah atau hingga para pemangku kebijakan pendidikan nasional Indonesia. Tidak satupun standar operasional prosedur dalam membangun ruang kelas kita, melibatkan arsitektur rumah adat nusantara. Seakan semua seiya sekata, yang penting bangunan tersebut menyerupai ruangan kelas eropa, dipandang sudah menjadi sekolah yang ramah dari segalanya. Yang penting sesuai dengan rancangan anggaran pembangunan, maka berdirilah ruang sekolah kita.

Sungguh sangat indah jika sebuah sekolah menjadi laboratorium rumah adat nusantara. Secara struktur, melalui pemerintah dan macam produk hukum yang ada, bangsa Indonesia sangat mudah memiliki sekolah berbangun rumah adat nusantara. Semua bentuk rumah adat nusantara dapat kita pilih dan pilah sesuai ketersediaan bahan baku yang ada. Mulai dari rumah adat aceh, balai batak toba, rumah rakit, rumah rakit, rumah gadang,rumah selaso jatuh kembar, rumah panggung, nuwo sesat, rumah limas, bubungan limas, joglo, kasepuhan, rumah pewaris, rumah bentang, rumah panjang, rumah lamin, banjar, mamasa loko, bolaan mongondow, rumah sauraja, laikas, tongkonan, rumah natah, loka samawa, mosa logitana, rumah baileo, hingga rumah honai, dapat kita adopsi untuk model ruang kelas sekolah kita. Urusan bagaimana model arsitekturnya, ini menjadi menjadi daya tarik tersendiri. Dengan model ruang kelas berbasis rumah adat, setidaknya sekolah kita telah menjadi ruang diskusi kebangsaan, karena sekolah telah melepaskan diri dari ego kesukubangsaan. Dengan model sekolah yang demikian, inilah yang sebenarnya menjadi sekolah rujukan standar nasional. Bukan sebaliknya, bangunan sekolah kita cenderung milik bangsa luar, hanya semata-mata mengejar sekolah rujukan hingga berstandar internasional.

4.       Kekayaan Pakaian Adat Kita

Selanjutnya adalah ragam pakaian adat yang dimiliki masyarakat nusantara kita. Pakaian adat merupakan busana identitas yang biasanya dikenakan saat berinteraksi satu sama yang lain. Selama ini pakaian adat lebih kental kental saat acara pernikahan berlangsung. Selepas dari moment-moment tersebut, pakaian adat nusantara jarang dikenakan. Mengingat pakaian adat adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia, dimana pakaian adat telah berposisi dan berperan penting dalam membangun karakter bangsa Indonesia, maka pakaian adat nusantara sangat strategis digunakan untuk busana seragam sekolah kita. Bukan berarti merendahkan seragam sekolah saat ini yang memiliki semangat kesetaraan, namun perlu diingat bahwa merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat melalui pengenalan pakaian adat nusantara sejak dini. Hanya saja kita cenderung sudah nyaman dengan dalih kesetaraan terhadap pengenaan seragam sekolah saat ini. Terlebih bahan busana seragam sekolah saat ini telah berelasi dengan lembaga bisnis konfeksi, dan telah menjadi komoditas bisnis pihak-pihak sekolah di negeri nusantara saat ini.

Kita punya apa? Kita punya busana adat yang anggun seperti busana adat sulawesi tenggara, sulawesi tengah, dan busana adat DKI Jakarta. Kita punya busana yang artistik seperti busana adat  sumatera selatan, jambi, lampung, bali, dan busana adat kalimantan,. Kita punya busana adat yang heroik seperti busana adat papua barat, papua, kalimantan utara, kalimantan tengah, kalimantan timur, dan busana adat kalimantan barat. Kita punya busana yang simbolik seperti busana adat jawa tengah, DI Yogyakarta, dan busana adat jawa barat. Dan kita juga punya busana yang adaptif seperti busana adat madura, riau, kepulauan riau, dan masih banyak karakteristik busana adat yang dimiliki nusantara ini. Ragam busana adat ini sungguh kaya untuk refensensi busana sekolah anak-anak kita.

Jika kita berani membuka diri dengan kekayaan busana adat kita, kita tidak akan kehilangan kekayaan busana adat kita. Kita tidak lagi dihegemoni dengan pemodal konfeksi dan tren fashion yang kerap kali kapitalis dan meminggirkan kekayaan lokalitas bangsa kita ini. Tren  fashion para siswa kita sungguh telah dikendalikan oleh tren fashion yang jauh dari filosofi busana nusantara. Sehingga dengan memberanikan diri menggunakan busana adat nusantara kita, maka sama halnya kita telah menghormati dan manghargai, dan yang lebih penting telah mengenalkan nilai-nilai sosial budaya yang agung yang bersemayang dalam busana adat nusantara.

B.      Rekayasa Ruang Kelas Kita

1.       Rekayasa Alat Musik Nusantara Dalam Ruang Kelas Kita

Menjadikan ruang kelas menjadi pentas alat musik tradisional bangsa Indonesia. Sudah saatnya pembelajaran kita hadirkan dengan memulai petikan alat musik tradisi. Begitu indah ruang kelas kita, jika itu semua terjadi. Ruang kelas kita benar-benar menjadi milik kita, bukan ruang kelas yang dikendalikan oleh perkakasan tekonologi import yang cenderung menguras devisa kita. Selain itu, alat musik tradisi dapat menjadi media pembelajaran pada mata pelajaran yang relvan. Misal, dalam pembelajaran fisika, kita dapat menggunakan media sasando untuk memahami bunyi-bunyian. Tentu bukan semata-mata bunyi-bunyain yang meninabubukkan para siswa. Namun bunyi-bunyian yang membangunkan daya pikir kritis kita untuk tetap merajut bunyi kesatuan dan persatuan.

2.       Rekayasan Tarian Adat Nusantara Dalam Ruang Kelas Kita

Lantas bagaimana menggunakan materi tarian adat menjadi bagian dari kurikulum ruang kelas sekolah kita? Kita sadari atau tidak, kita dilahirkan menjadi bangsa yang penuh dengan talenta seni. Namun dalam pembelajaran di kelas, kita selalu malu-malu mengakui hal tersebut dengan bukti bahwa pentas tarian tradisi nusantara sangat langka menghiasi dinamika pembelajaran di ruang kelas sekolah kita.  Kita sungguh tidak mengakui walaupun banyak jurusan ilmu sosial menjadi pilihan para siswa kita, namun ragam keilmuan yang kita berikan, belum memberi warna dan karakter masyarakat Indonesia. Untuk itu, ruang kelas kita harus kita ambil alih. Ini kelas milik kita. Ini para siswa adalah generasi penerus kita. Jadi sudah saatnya, ragam tarian tradisi yang penuh makna ini menjadi  karakter kita dalam bersikap dan bertindak. Sudah saatnya ragam tarian tradisi menjadi media dalam menghantarkan materi pembelajaran di kelas. Sudah saatnya pembelajaran kita memberi ruang dalam membedah apa yang termaktup dalam tarian tradisi milik kita. Secara fungsional, tarian tradisi dapat kita pentaskan di ruang kelas kita menjadi wujud ekspresi senang, keprihatinan, kedewasaan, kesetiakawanan sosial, hingga ketaataan menjadi bangsa yang religius sekaligus berjiwa seni yang mapan. Secara teknis, tarian tradisi dapat kita pentaskan pada mata pelajaran seni, olahraga, moment pertemuan wali murid, moment pelepasan siswa, peringatan nasional, moment penjaringan siswa baru, hingga partisipasi pentas seni pada kegiatan sosial budaya pada masyarakat di sekitar sekolah itu berada. Dengan demikian, tarian tradisi tidak hanya kita miliki di atas kertas saja. Melalui tindakan tersebut, tarian tradisi menjadi milik kita. Kita miliki karena kita kuasai.  

3.       Rekayasa Rumah Adat Dalam Ruang Kelas Kita

Secara umum bahan dasar rumah adat nusantara adalah berbahan kayu, batu, tanah bakar, dan dedaunan kering. Selebihnya adalah berbahan pasir dan sedikit pasak besi untuk penguat saja. Dengan iklim tropis dan kaya akan tumbuhan dan batuan, sebenarnya bahan baku bangunan kelas bercitarasa rumah adat nusantara, adalah sesuatu yang sangat mudah diwujudkan. Kita punya hutan luas yang kayunya dapat kita gunakan untuk bahan utama bangunan kelas kita. Tinggal keberanian dan pilihan kita saja, alasan yang untuk memupuskan rencana besar ini, sifatnya hanya mengada-ada. Modal sosial kita dalam mewujudkan bangunan kelas bernuansa rumah adat pun luar biasa besarnya. Setiap sekolah benar-benar akan menjadi milik masyarakat, karena para tukang rumah adat dapat dilibatkan sedemikian rupa. Terlebih, corak rumah adat nusantara adalah ramah bencana. Tentu lebih sedikit resiko rusak karena fenomena gempa. Untuk itulah, model rumah adat nusantara dapat kita gunakan secara formal untuk bangunan ruang kelas kita.

Dengan aristektur rumah adat pada ruang kelas kita, semua suku bangsa yang sekolah, seakan-akan dirumahnya sendiri. Para siswa tidak lagi berkendala shock-kultur yang ditandai sulit beradaptasi dalam pembelajaran mereka. Selain itu, sekolah kita dapat menjadi ruang-ruang kelas yang penuh dengan nasionalisme, kesetiakawanan nasioanal, hingga mimpi-mimpi indah dalam memuliakan semua manusia yang ada di sekolah. Sekolah kita menjadi rumah kita, yaitu rumah bangsa Indonesia.

4.       Rekayasa Busana Adat Dalam Ruang Kelas Kita

Lantas bagaimana memanfaatkan busana adat nusantara yang luhur ini dalam dinamika ruang kelas sekolah kita? Secara teknis, penggunaan busana adat disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Tanpa menghapus seragam sekolah yang ada, busana adat dapat digunakan menjadi seragam sekolah secara situasional. Contoh pada hari tertentu, siswa diharapkan menggunakan pakaian adat secara beragam. Tanpa ada paksaan, para siswa dibebaskan memililh busana adat mana yang disukainya. Dengan demikian, maka akan terwujud keragaman busana adat yang dikenakan para siswa, tentu termasuk pada gurunya.

Busana adat juga dapat digunakan secara moment-moment tertentu dalam rangka merawat keberagaman Indonesia, misal saat peringatan hari sumpah pemuda, peringatan hasi kebangkitan nasional, peringatan hari kemerdekaan nasional, dan lain-lain. Jika ini semua telah terpola, maka keragaman atas dasar sosial budaya tidak lagi rentan menjadi jurang pembeda.

C.      Tantangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kita

Apapun namanya dari kekayaan sosial budaya Indonesia, pada dasarnya semua yang kita punya, adalah alat perajut generasi muda untuk merawat keberadaan negara kesatuan republik indonesia. Kita punya tarian adat nusantara, harusnya kita gunakan untuk merawat negara kesatuan republik indonesia. Kita punya alat musik nusantara, harusnya kita gunakan untuk merawat negara kesatuan republik indonesia. Kita punya pakian adat nisantaranya, harusnya kita gunakan untuk merawat negara kesatuan republik indonesia. Dan begitupun rumah adat nusantaranya, kita harus gunakan untuk merawat negara kesatuan republik indonesia.


Untuk itu, berghubungan dengan keberadaan menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia, sang menteri harus selalu memberi ruang dialok kebangsaan di setiap sekolah di Indonesia. Mulai dari tarian, rumah adat, alat musik, hingga pakaian adat, merupakan prasarat yang harus dihadirkan setiap rencana pendidikan oelh menteri pendidikan dan kebudayaan kita. Janganlah mengaku menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia, jika tidak mampu melakukan rekayasa ruang kelas sekolah kita dengan pendekatan sosial budaya khas Indonesia.