Rabu, 28 Februari 2018
Jalanan Menuju Kebun Naga
Ini adalah suasana persawahan desa Trenggulungan. Melalui pematang atas, kunjungan pertama saat itu. Namun saat sore ini (26/2) saya bertiga lewat pematang sawah bawah karena akses jalan yang biasa terlewati sedang diperbarui. Musim Tanam padi (MT2) sedang dimulai. Inilah akses jalan menuju kebun buah naga. Di ujung sudut sawah terdapat tiga gubuk. Digubuk inilah para petani biasanya melepas rehat usai menggarap sawahnya. Tampak pakaian ganti yang didekatnya terdapat sarung bermotif kotak dengan ragam warna yang sudah mulai memudar. Di gubuk-gubug inilah, pemulia tanah Trenggulunan melangsungkan temu sapa. Tampak juga ranting-ranting kecil setengah arang. Bonggol ketela dan jagung juga tampak berserak. Dalam mengolah sawah gunung ini, Petani menggunakan cangkul. Sawah terasering hasil adaptasi alur dan alir air pegunungan, tampak menyusun lanscap sawah. Petani Trenggulunan tidak menggunakan alat traktor. Dan juga tidak tampak menggunakan luku dan sapi dalam mengolah hamparan sawahnya. Benar. Tepat di sudut gubuk belakang, tiga petani menyapa senyum. "Lho mas, buahe isih enom mas. paling telungminggunan maneh mas," sapa mereka. Saya bertiga pun bercakap cepat, karena mengingat sebentar lagi senja tiba, usai mendapat ijin bahwa kawasan buah naga telah diperbolehkan dikunjungi. |
Jalanan ini ada di balik hamparan sawah yang ada di gambar sebelumnya. Tajam menukik ke bawah. Jalanannya terjal berbatu acak. Sawah berbatu inilah yang kerap menjadi tanda bahwa lokasi ini adalah kawasan pegunungan. Naik turun terjal untuk mencapai lokasi agro wisata buah naga Trenggulunan. |
Ini adalah kali trenggulunan. Kali ini membelah fungsi lahan desa Trenggulunan. Sebelah timur kali, lahan difungsikan untuk persawahan. Sebelah baratnya, semua lahan difungsikan untuk perkebunan dan hutan. Ulasan kali trenggulunan ini dapat dilihat pada tulisan kali trenggulunan. |
Ini adalah foto saya dan mas adit tepat di tengah-tengah hutan jati trenggulunan. Wajahku dan wajah mas adit tidak kelihatan. Gelap gulita. Ini menandakan kerapatan pohon jati dan tanda jarum jam ada dalam posisi arah pukul senja, sekitar pukul 16.00 wib. Terlihat cahaya menerobos sudut lurus landai berkelok, menabrak pepohonan jati trenggulunan. Kawasan buah naga masih di depannya, sekitar sepuluh menitan untuk mencapainya. |
Gedhang Ulin Trenggulunan
Pisang, hasil buah masyarakat desa Trenggulunan kecamatan Pancur, Rembang. Masyarakat Trenggulunan menyebutnya gedang ulin. |
Selasa, 27 Februari 2018
Akhirnya Bunga Naga Bicara
Semakin memerah, semakin memerah. Selamat intimu dengan warnamu. Jaga dan terjagalah selalu. |
Wahai Bunga Naga, Bicaralah?
Kuncup bunga naga sangat menjaga betul kesucian inti buahnya. Bunga yang cukup panjang dan menjuntai ini seakan menyembunyikan rahasia besar dengan sesuatu yang ada di dalam buahnya. |
Kuncup Bunga Naga
Kuncup bunga buah naga. Bakal buahnya dipenuhi dengan kelopak. Warnanya terang dengan ujung kelopak murah muda merona. Ukurannya relatif besar, kira-kira satu gengaman dua tangan. |
Gramang Di Waktu Petang
Gramang di waktu petang, tadi sore (27/2) di kawasan wisata buah naga desa wisata Trenggulunan. |
Laporan riset lipi mengabarkan semut merah cukup banyak ditemui di kawasan wisata alam. Kali ini gramang sedang mengendus-endus buah naga muda. |
Semut gramang sedang berbaris acak di kelopak buah naga muda. Tampak sedang mencecap kadar air kelopak buah naga yang masih muda. |
Senin, 26 Februari 2018
Pintu Klasik Lebih Eksotik
Cara Merawat Gentong Kuno
Gentong ini sudah berumur 70 tahun. Gentong ini didapat dari antikan. Segera lakukan pembersihan gentong kuno dari jamur dan kerak kapur. Gunakan air bersih untuk merawat gentong kuno. |
Jika perlu, gentong kuno bisa dirawat dengan cat anti jamur agar tidak rapuh. Untuk menjaga keaslian gentong, sebaiknya jangan dicat. |
Jemur gentong kuno yang sudah dicat dengan sempurna sebelum diisi air |
Tatacara Mendirikan Rumah Jawa
Sebelum rumah jawa didirikan, diawali dengan kenduri |
Soko Guru Rumah Jawa usai di doakan yang dihadiri handai taulan |
Soko Guru yang dilengkapi dengan katek dan gonjo siap di dirikan |
Keesokan harinya, soko guru siap berdiri |
Tradisi gotong royong mendirikan rumah masih lestari |
Semua bersatu padu |
Memasang umpak soko guru rumah |
Membuat landasan umpak soko guru |
Soko guru sudah berdiri dengan lengkap |
Proses memasang blandar rumah |
Sedang memasang kap rumah |
Kap rumah siap terpasang |
Senin, 15 Januari 2018
Tafsir Bebas "HARI INI 12 TAHUN YANG LALU"
Judul: HARI INI 12 TAHUN YANG LALU
Karya: Agung Probo Sasmito
Guru SMA Negeri 1 Lasem, Jawa Tengah
Sekian kali musim berganti
Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju
Dua puluh empat kali musim berganti
Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...
Lasem, Desember 2017
karya mas Agung Probo Sasmito
berikut ulasannya;
HARI INI 12 TAHUN YANG LALU
Sekian kali musim berganti
(Indonesia yang tropis, memiliki dua musim. Dua musim ini, selalu berputar silih berganti. Jadi yang dimaksud sekian kali musim berganti adalah dua musim itu dengan taatnya selalu datang dan menanti)
Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
(Ketaatan musim itu semakin dikuatkan. Musim aja taat. Bagaimana dengan kita???? Hingga semua akan cantik pada waktunya. Alamalam raya menyambutnya. Bunga kian mekar).
(untuk diksi Melayu, mungkin yang dimaksud adalah pudarnya rekahan bunga di musim tertentu. Tapi boleh juga, klau melayu yang dimaksud adalah etnis. Karena etnis melayu cenderung menjadi pemilik identitas keragaman seperti bunga di taman. Tapi lebih jelasnya langsung tanya sama penulisnya).
Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju
(tampaknya penulis cukup erat dengan cara pandang oposisi binner yang banyak pengikutnya di Jawa. Mungkin saja penulisnya adalah keturunan darah biru, hehehehe…. Mekar vs melayu, bangkit vs terkapar adalah identitas oposisi binnner. Namun se biner-binnernya orang Jawa, tetap selalu mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. Kejadian yang tak diharapkan saja menjadi petuah, apalagi kejadian yang baik. Penulis dalam hal ini cukup kuat dalam membaca pesan simbolik dari gejala alam).
Dua puluh empat kali musim berganti
(24 adalah 12 kali 2. Maksudnya adalah hasil penjumlahan musim kemarau dan musim hujan selama 12 tahun yang ketemu 24 musim. Kata berganti sendiri adalah menekankan pada pengulangan, bukan sebuah kehilangan. Cara pandang ini sangat kental dengan orang Jawa, dimana dalam kehormatan keluarga, sebenarnya seorang moyang yang terhormat akan diteruskan oleh para pewaris keturunannya. Inilah pesan yang mendalam bahwa kelahiran cucu bukanlah lepas dari alur sislsilahnya. Kelahiran cucu adalah reinkarnasi dari reporduksi ulang akan sebuah kehormatan dan keistimewaan anggota masyarakat dalam sebuah struktur sosial. Jadi sangat wajar jika ada perayaan yang berlebih. Itu semua bukan lewah, namun ini adalah pesan simbolik untuk saling berbagi dan mengabdi. Melebur tapi bukan lebur).
Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...
(bagian akhir ini cenderung bermakna ganda. Perspektif ambivalensi. Saya tidak tahu bagaimana penulis mengkonstruksikan peristiwa yang terjadi pada 12 tahun yang lalu. Teriak tapi kering, kian perpeluh dan membat, waktu memaksakan bisu, mengertab dan dian dalam dinding nan gelap. Jika mencoba dibaca, minimal ada dua pesan. Pertama, ada barisan teman karib yang sangat dekat dengan penulis. Dan semua teman karib itu sangat setia. Penulis kemudian memposisikan kearifan teman karibnya. Hal ini ditunjuklkan dengan pilihan diksi kering, membatu, bisu, baying, dan diam. Walaupun disaat penulis sedang goncang yang mengetarkan gunung, teman karibnya tetap selalu menjadi karib. Malampaui dari posisi memahami. Bacaan yang kedua, memang mungkin ada kegundahan dari sebuah peristiwa yang tidak kunjung dapat harapan. Entah apa, kepada siapa, entah kenapa dan untuk apa, tentu ini tidak akan selesai sebelum penulis diajak duduk ramai dengan ornament barisan cawan hitam).
Lasem, Desember 2017
(tidak hanya tanda, ini adalah penanda yang penuh dengan nilai-nilai masa lalu yang baik. Lasem)
Langganan:
Postingan (Atom)