Rabu, 28 Februari 2018

Kali Trenggulunan


Suasan Kali Trenggulunan sore itu (26/2) terasa asri. Alur alir yang mengalir menabrak bebatuan kali telah mengirim pesan suara khas alir air yang menenangkan. Saya dan mas Ali (teman jalan) sudah merencanakan, usai naik dari kebun buah naga, akan menyempatkan menikmati alur alir yang tenang itu.

Sore menjelang petang sungguh terasa sejuk. Kaki, tangan, dan muka segera menyatu dengan segarnya air kali. Usai menyatukan anggota badan, saat menyapu rambut hingga basah. Ingin rasanya mandi, namun ketiadaan pakaian ganti telah mengunci keinginan.

Bebatuan di Kali Trenggulunan masih tampak alami. Berderet acak telah memberi kesan bahwa kali ini masih perawan. Ukuran dan posisi yang tidak beraturan, semakin memberi pesan sebaran batu di kali trenggulunan aman dari campur tangan keinginan. Semua materi yang ada di kali ini, menyatu dan menenangkan. 

Batu kali yang melebar, sangat cocok untuk duduk-duduk menikmati keasrian Kali Trenggulunan. Sembari menikmati hilir mudik ikan wader dan serangga air, membuat betah sore itu untuk tetap di kali, walau kurang jernih karena baru saja turun hujan. Semoga Kali Trenggulunan ini tetap terjaga keasriannya. Sembari melangkahkan kaki meninggalkan kali, saya membayangkan jika semua kali yang ada di Rembang masih asri seperti desa di Trenggulunan. Semoga terjaga dan dijaga selalu. Lestari alam dan batinku. Salam Rahyu. 

Jalanan Menuju Kebun Naga

Untuk mengucap sapa pengunjung kebun buah naga, masyarakat desa Trenggulunan menggunakan papan selamat datang yang di pajang di pohon jalan desa. "Selamat Datang di Agro Wisata Buah Naga," tertulis jelas. Masyarakat desa tampaknya sudah mengidentikkan bahwa desanya adalah pemulia tanaman buah naga yang siap dikunjungi oleh siapa saja. Semoga terwujud mimpi kreatif para petani Trenggulunan kecamatan Pancur kabupaten Rembang Jawa Tengah ini. 

Ini adalah suasana persawahan desa Trenggulungan. Melalui pematang atas, kunjungan pertama saat itu. Namun saat sore ini (26/2) saya bertiga lewat pematang sawah bawah karena akses jalan yang biasa terlewati sedang diperbarui. Musim Tanam padi (MT2) sedang dimulai. Inilah akses jalan menuju kebun buah naga. Di ujung sudut sawah terdapat tiga gubuk. Digubuk inilah para petani biasanya melepas rehat usai menggarap sawahnya. Tampak pakaian ganti yang didekatnya terdapat sarung bermotif kotak dengan ragam warna yang sudah mulai memudar. Di gubuk-gubug inilah, pemulia tanah Trenggulunan melangsungkan temu sapa. Tampak juga ranting-ranting kecil setengah arang. Bonggol ketela dan jagung juga tampak berserak.

Dalam mengolah sawah gunung ini, Petani menggunakan cangkul. Sawah terasering hasil adaptasi alur dan alir air pegunungan, tampak menyusun lanscap sawah. Petani Trenggulunan tidak menggunakan alat traktor. Dan juga tidak tampak menggunakan luku dan sapi dalam mengolah hamparan sawahnya. Benar. Tepat di sudut gubuk belakang, tiga petani menyapa senyum. "Lho mas, buahe isih enom mas. paling telungminggunan maneh mas," sapa mereka. Saya bertiga pun bercakap cepat, karena mengingat sebentar lagi senja tiba, usai mendapat ijin bahwa kawasan buah naga telah diperbolehkan dikunjungi. 

Jalanan ini ada di balik hamparan sawah yang ada di gambar sebelumnya. Tajam menukik ke bawah. Jalanannya terjal berbatu acak. Sawah berbatu inilah yang kerap menjadi tanda bahwa lokasi ini adalah kawasan pegunungan. Naik turun terjal untuk mencapai lokasi agro wisata buah naga Trenggulunan. 

Ini adalah kali trenggulunan. Kali ini membelah fungsi lahan desa Trenggulunan. Sebelah timur kali, lahan difungsikan untuk persawahan. Sebelah baratnya, semua lahan difungsikan untuk perkebunan dan hutan. Ulasan kali trenggulunan ini dapat dilihat pada tulisan kali trenggulunan

Tampak gelap. Memang benar-benar gelap. Kali ini mas ali tidak merubah setting camera. Tampak tanggan mas ali sedang menunjukkan memasuki areal hutan jati. Sore itu (26/2) terasa asri. Suasana pascaturun hujan semakin menambah kelembutan angin yang menerjang disela-sela pepohonan jati. Terhampar cukup luas hutan jatinya. Suatu saat, ingin sekali mengajak teman-teman saya bertandang ke hutan jati trenggulunan ini. Posisi lahan berteras tampaknya cukup asyik untuk memandang lanscap sekitarnya. 

Ini adalah foto saya dan mas adit tepat di tengah-tengah hutan jati trenggulunan. Wajahku dan wajah mas adit tidak kelihatan. Gelap gulita. Ini menandakan kerapatan pohon jati dan tanda jarum jam ada dalam posisi arah pukul senja, sekitar pukul 16.00 wib. Terlihat cahaya menerobos sudut lurus landai berkelok, menabrak pepohonan jati trenggulunan. Kawasan buah naga masih di depannya, sekitar sepuluh menitan untuk mencapainya. 

Kates Trenggulunan






Gedhang Ulin Trenggulunan


Pisang, hasil buah masyarakat desa Trenggulunan kecamatan Pancur, Rembang. Masyarakat Trenggulunan menyebutnya gedang ulin.

Digeget leh bar madhang, unen-unen jawa tentang gedhang. Filosofi merakyat ini kerap diperdengarkan penutur. Filosifi yang bermuatan fungsi ini juga kerab dihubungan dengan buah pelengkap di meja makan. Gedhang selalu ada. Bukan karena unen-unen, tapi karena gedhang mudah tumbuh dan berbuah dimana saja. 

Gedhang ulin biasanya dikonsumsi oleh semua kalangan. Gedang ulin dapat dengan mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Buahan ini sangat lekat dengan deretan acara-acara keluaga hingga kenduri. Harga satu tandan gedhang ulin berkisar 20.000 hingga 25.000 rupiah. Untuk ukuran tandan kecil,  harga nya bisa di bawahnya. 

Di desa Trenggulunan, gedhang ulin telah menjadi komoditas utama hasil buah masyarakat desa. Deretan pematang sawah yang memanjang tidak lepas dari tanaman gedhang ulin. Dan hampir semua kebun milik orang desa ini tumbuh gedhang ulin. Untuk melihat hasil panen gedhang ulin mereka, dapat dengan mudah dijumpai di setiap jalan setapak yang menghubungkan jalan utama dengan sawah dan kebun mereka. Petani Trenggulunan memanen gedhang ulin di saat sore hari. Gedhang yang kiranya sudah siap matang, dengan tekstur kulit halus dan njentuk, segera di panen. Hasil buah kebunnya berderet rapi. Mereka tanpa ragu dan hawatir karena warga desa Trenggulunan saling menjaga suasana yang aman dan tenang. Hasil panen sore itu, disatukan dalam tali dahan, sembari tertutupi beberapa tangkai daunnya.

Usai larut, perkiraan pukul setengah tiga, pemilik gedhang ulin membawanya ke pasar Pamotan dan juga Lasem. Gedhang ulin, sungguh terjaga oleh pemiliknya. Buah yang memang banyak memikat warga desa karena kenikmatan saat digeget yen leh bar madang.

Saat masak, gedhang ulin sangat menarik. Warnanya kuning lembut nan merona. Buah yang masak secara alamiah ini memiliki daging buah bertektur lembut dan berserat halus. Selain digeget leh bar madhang, gedhang ulin biasanya disukai anak-anak. Ukuran buah yang pas ketika di pegang anak, menjadi kudapan yang tak lekang bosan. Kandungan vitamin, kalsium, dan karbohidrat ini, juga cocok untuk mengganjal perut untuk menunda waktu makan yang terlewatkan.




Selasa, 27 Februari 2018

Akhirnya Bunga Naga Bicara

Akhirnya bunga bicara. Bunga bicara dengan tubuhnya. Benar-benar seperti naga. Kelopak bunganya seperti sirip naga. Setiap ujungnya tajam seakan marah dengan warna merahnya. Komunikasi barikade yang apik. Walaupun sebenarnya buah sangat rapuh tanpa daya. 

Disaat tajamnya kelopak tidak lagi mengirim pesan garang, bunga naga cukup cerdas dalam menjaga inti. Disaat kelopak bunganya runtuh ditelan waktu, saat itulah kesan bahaya merespon semua tubuh buahnya. Bagaimanapun warna merah ini pasti memuat makna. Hanya saja manusia saat ini tidak lagi tertarik dinasehati oleh warna. 
Semakin memerah, semakin memerah. Selamat intimu dengan warnamu. Jaga dan terjagalah selalu. 

Wahai Bunga Naga, Bicaralah?

Kuncup bunga naga sangat menjaga betul kesucian inti buahnya. Bunga yang cukup panjang dan menjuntai ini seakan menyembunyikan rahasia besar dengan sesuatu yang ada di dalam buahnya. 


Hampir jarang terjumpai bunga naga mekar di saat suasana terang. Hal ini lah yang mengusik perhatian saya. Ada apa? Penjelas yang sudah ada hanya mengabarkan bunga naga ini mekar penuh di saat malam hari. Itupun tidak sembarang waktu, harus pukul 10 malem kira-kira. Bunga naga mekar penuh di malam hari selalu dengan menebar bau harum untuk kemudian membantu penyerbukannya. Pertanyaannya, jenis serangga apa yang hanya keluar malem yang suka bau harum? Lebah yang menghasilkan madu saja keluarnya berdampingan dengan sinar matahari. Namun yang terpenting adalah hal apa yang di jaga pada bunga yang satu ini? Adakah hubungannya dengan warna merah? 

Jika karena inti bunga yang di jaga, dan juga ada hubungannya dengan warna merah, pertanyaannya adalah se-spesial apakah inti bunga yang ada di dalam itu? Dan se-spesial apa pigman merah buah naga ini? 

Kuncup Bunga Naga


Kuncup bunga buah naga. Bakal buahnya dipenuhi dengan kelopak. Warnanya terang dengan ujung kelopak murah muda merona. Ukurannya relatif besar, kira-kira satu gengaman dua tangan. 

Kuncup bunga buah naga muncul di mata lekuk batang naga. tampak gurat batang yang membesar tepat dimana kuncup bunga keluar. Batangnya beradaptasi menyesuaikan dimana kuncup bunga keluar. Zat makanan siap menyalur dimana kuncup bunga ini butuh asupan gizi. 
Kuncup bunga berkembang menyesuaikan keseimbangan. Batang dan kuncup membangun sudut barikade kokoh 90 derajat. Disinilah tampak kuncup dan batang buah berkembang dengan irama seimbang. Batang naga selalu setia hingga kuncup ini mekar di malam hari, dimana semerbak harum bunga naga dibawa angin landai memanggil kawanan penyerbuk bunganya. 

Gramang Di Waktu Petang

Gramang di waktu petang, tadi sore (27/2) di kawasan wisata buah naga desa wisata Trenggulunan.
Laporan riset lipi mengabarkan semut merah cukup banyak ditemui di kawasan wisata alam. Kali ini gramang sedang mengendus-endus buah naga muda. 

Semut gramang sedang berbaris acak di kelopak buah naga muda. Tampak sedang mencecap kadar air kelopak buah naga yang masih muda. 

Senin, 26 Februari 2018

Pintu Klasik Lebih Eksotik

Anda ingin membangun rumah? Pastikan jangan salah pilih untuk bahan daun pintunya. Gunakan bahan kayu untuk daun pintu anda. Daun pintu kayu lebih adem dimata. Tidak banyak bahan kimia yang tentunya ramah untuk anak-anak anda. 

Daun pintu jati terbukti cocok pada semua tipe rumah. Motifnya yang elegan dan eksotis semakin membuat kita betah di rumah. Pintu kayu yang dikasih aksesoris antikan, semakain tambah menawan. Dan bisa juga untuk foto-doto. Mari lestarikan identitas rumah jawa. Nggak ada salahnya kah? hehehe,,,, 

Cara Merawat Gentong Kuno

Gentong ini sudah berumur 70 tahun. Gentong ini didapat dari antikan. Segera lakukan pembersihan gentong kuno dari jamur dan kerak kapur. Gunakan air bersih untuk merawat gentong kuno. 

Jika perlu, gentong kuno bisa dirawat dengan cat anti jamur agar tidak rapuh. Untuk menjaga keaslian gentong, sebaiknya jangan dicat. 

Jemur gentong kuno yang sudah dicat dengan sempurna sebelum diisi air

Tatacara Mendirikan Rumah Jawa

Sebelum rumah jawa didirikan, diawali dengan kenduri

Soko Guru Rumah Jawa usai di doakan yang dihadiri handai taulan

Soko Guru yang dilengkapi dengan katek dan gonjo siap di dirikan

Keesokan harinya, soko guru siap berdiri

Tradisi gotong royong mendirikan rumah masih lestari 

Semua bersatu padu 

Memasang umpak soko guru rumah 

Membuat landasan umpak soko guru 

Soko guru sudah berdiri dengan lengkap 

Proses memasang blandar rumah 

Sedang memasang kap rumah 

Kap rumah siap terpasang 

Senin, 15 Januari 2018

Tafsir Bebas "HARI INI 12 TAHUN YANG LALU"



Kali ini saya akan coba mengulas puisi mas saya, mas Agung. Ulasan puisi sangat subjektif. Mohon hatur maaf jika ulasannya belum mengena. Selamat membaca....!

Judul: HARI INI 12 TAHUN YANG LALU
Karya: Agung Probo Sasmito
Guru SMA Negeri 1 Lasem, Jawa Tengah

Sekian kali musim berganti
Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju

Dua puluh empat kali musim berganti
Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...

Lasem,  Desember 2017

karya mas Agung Probo Sasmito

berikut ulasannya;

HARI INI 12 TAHUN YANG LALU

Sekian kali musim berganti
(Indonesia yang tropis, memiliki dua musim. Dua musim ini, selalu berputar silih berganti. Jadi yang dimaksud sekian kali musim berganti adalah dua musim itu dengan taatnya selalu datang dan menanti)

Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
(Ketaatan musim itu semakin dikuatkan. Musim aja taat. Bagaimana dengan kita???? Hingga semua akan cantik pada waktunya. Alamalam raya menyambutnya. Bunga kian mekar).
(untuk diksi Melayu, mungkin yang dimaksud adalah pudarnya rekahan bunga di musim tertentu. Tapi boleh juga, klau melayu yang dimaksud adalah etnis. Karena etnis melayu cenderung menjadi pemilik identitas keragaman seperti bunga di taman. Tapi lebih jelasnya langsung tanya sama penulisnya).

Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju
(tampaknya penulis cukup erat dengan cara pandang oposisi binner yang banyak pengikutnya di Jawa. Mungkin saja penulisnya adalah keturunan darah biru, hehehehe…. Mekar vs melayu, bangkit vs terkapar adalah identitas oposisi binnner. Namun se biner-binnernya orang Jawa, tetap selalu mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. Kejadian yang tak diharapkan saja menjadi petuah, apalagi kejadian yang baik. Penulis dalam hal ini cukup kuat dalam membaca pesan simbolik dari gejala alam).

Dua puluh empat kali musim berganti
(24 adalah 12 kali 2. Maksudnya adalah hasil penjumlahan musim kemarau dan musim hujan selama 12 tahun yang ketemu 24 musim. Kata berganti sendiri adalah menekankan pada pengulangan, bukan sebuah kehilangan. Cara pandang ini sangat kental dengan orang Jawa, dimana dalam kehormatan keluarga, sebenarnya seorang moyang yang terhormat akan diteruskan oleh para pewaris keturunannya. Inilah pesan yang mendalam bahwa kelahiran cucu bukanlah lepas dari alur sislsilahnya. Kelahiran cucu adalah reinkarnasi dari reporduksi ulang akan sebuah kehormatan dan keistimewaan anggota masyarakat dalam sebuah struktur sosial. Jadi sangat wajar jika ada perayaan yang berlebih. Itu semua bukan lewah, namun ini adalah pesan simbolik untuk saling berbagi dan mengabdi. Melebur tapi bukan lebur).

Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...
(bagian akhir ini cenderung bermakna ganda. Perspektif ambivalensi. Saya tidak tahu bagaimana penulis mengkonstruksikan peristiwa yang terjadi pada 12 tahun yang lalu. Teriak tapi kering, kian perpeluh dan membat, waktu memaksakan bisu, mengertab dan dian dalam dinding nan gelap. Jika mencoba dibaca, minimal ada dua pesan. Pertama, ada barisan teman karib yang sangat dekat dengan penulis. Dan semua teman karib itu sangat setia. Penulis kemudian memposisikan kearifan teman karibnya. Hal ini ditunjuklkan dengan pilihan diksi kering, membatu, bisu, baying, dan diam. Walaupun disaat penulis sedang goncang yang mengetarkan gunung, teman karibnya tetap selalu menjadi karib. Malampaui dari posisi memahami.  Bacaan yang kedua, memang mungkin ada kegundahan dari sebuah peristiwa yang tidak kunjung dapat harapan. Entah apa, kepada siapa, entah kenapa dan untuk apa, tentu ini tidak akan selesai sebelum penulis diajak duduk ramai dengan ornament barisan cawan hitam).

Lasem,  Desember 2017
(tidak hanya tanda, ini adalah penanda yang penuh dengan nilai-nilai masa lalu yang baik. Lasem)